BAB
I
PENGERTIAN
TEKNOLOGI INFORMASI & KOMUNIKASI PENDIDIKAN
Istilah teknologi telah
digemakan di Inggris sejak awal abad ke – 17. Teknologi diartikan sebagai ilmu
yang mempelajari sesuatu yang bermanfaat. Keberadaan teknologi lebih dari
sekedar alat atau proses fisik. Teknologi mencakup pula konteks kultural dari
alat – alat dan proses – proses, tetapi juga melibatkan pula dalam pegalihannya
penyebaran ide – ide dan nilai – nilai pembuatnya. Sebagai contoh, peran
teknologi dapat dilihat dalam bidang transportasi mulai dari gerobag sapi
hingga pesawat Concord, dalam bidang pendidikan dari kapur tulis hingga layar
monitor.
Dalam pengertian yang
paling sederhana, teknologi meliputi peralatan perlengkapan untuk hidup,
misalnya untuk bidang pendidikan, industri, komunikasi, kesehatan, dan
sebagainya. Karena potensi dinamikanya, maka perkembangan teknologi dewasa ini
begitu radikal, terutama di bidang teknologi informasi. Seiring waktu,
perkembangannya yang radikal mencuatkan pameo; lebih kuat, lebih bersih, lebih
ringan, lebih kecil, dan lebih murah yang disertai dengan peningkatan kapasitas
dan reliabilitas.
Teknologi informasi
adalah seperangkat alat yang membantu bekerja dengan informasi dan melakukan
tugas – tugas yang berhubungan dengan pemrosesan informasi (Haag and Keen,
1996). Teknologi informasi adalah teknologi yang menggabungkan komputasi dengan
jalur komunikasi berkecepatan tinggi yang membawa data, suara, dan video.
Teknologi informasi pada abad ke – 21 ini telah mampu menjembatani jurang Dunia
Ketiga dan negara maju di bidang informasi dan keilmuan. Komunitas teknologi
informasi negara maju maupun negara berkembang kini bersama – sama memasuki
tatanan masyarakat dunia baru. Perkembangan teknologi informasi tidak hanya
bersifat radikal, namun juga global. Ibarat pisau bermata dua, teknologi bisa
digunakan untuk membunuh, namun juga dapat bermanfaat untuk memudahkan, jika
kita menggunakannya secara bijaksana.
Sisi positif teknologi
adalah untuk memudahkan akses terhadap informasi dan penyebarluasannya.
Pertama, meningkatkan kemampuan masyarakat. Kedua, memberi aspek kemudahan
dalam menjalankan kegiatan sehari – hari. Ketiga, diharapkan dapat mengejar
kekurangan yang terjadi.
Sejak tahun 1970 – an,
kiprah teknologi hampir memengaruhi semua bidang kehidupan, mulai dari ranah
industri, perkantoran, sistem komunikasi, transportasi darat, laut dan udara,
tata pemerintahan, kesehatan hingga pendidikan. John Naisbitt “seorang
futurologi” menyebut perkembangan
teknologi tinggi ini dengan perkembangan multimedia
hightech high touch, yang ditandai dengan teknologi digital yang dapat
mengubah produk elektronik menjadi media interaktif yang ditandai dengan
individualisasi kegiatan. Misalnya, belajar, transaksi bank, pesan tiket konser
maupun pesawat, perpustakan digital, belajar jarak jauh (distance learning),
dan e – learning. Kini semua itu bisa dilakukan dirumah dan tersedia menurut
pilihan dan permintaan pengguna.
Kemudahan yang
diperoleh dari teknologi diikuti pula kecenderungan miniaturisasi komponen –
komponen elektronika. Hal ini diawali pada invensi transistor pada 1947, yang
menggantikan tabung termoionik secara bertahap. Pada tahun 1960, transistor
mulai dikelompokan menjadi chip semikonduktor, terbuat dari silikon,
digabungkan dengan bagian – bagian lain seperti kapasitor dan resistor dalam
satu sirkuit terpadu. Kini, jumlah bagian – bagian yang mampu digabungkan
menjadi satu, mencapai 1.000.000 dan terus meningkat dua kali lipat tiap tahun.
Dalam pra teknologi
yang kian maju, kini dikenal istilah “generasi
nano” atau “nano tecnology”,
yaitu teknologi manufaktur yang memproduksi komponen chip berukuran 65
nanometer (nm) dan semikonduktor 45 nm. Satu namometer sama dengan seper –
miliar meter atau 1/100.000 diameter rambut manusia. Sulit kita membayangkannya.
Teknologi informasi
juga signifikan dalam mempengaruhi cara pandang manusia terhadap sesuatu. Iklan
– iklan mencoba menyodorkan citra positif terhadap suatu produk. Politisi
membangun citra positif atas diri dan partainya. Demikian pula para pengambil keputusan,
menyebarkan informasi untuk mendapatkan dukungan terhadap keputusan yang
diambil. Sikap – sikap yang ditumbuhkan oleh teknologi informasi terhadap
sesuatu atau seseorang mampu mengubah sikap mental seseorang atau kelompok.
Pesatnya
kemajuan Teknologi Informasi dan Komunikasi serta meluasnya perkembangan
infrastruktur informasi global telah mengubah pola dan cara kegiatan bisnis,
industri, perdagangan, pemerintahan dan pendidikan. Dalam bidang pendidikan
terbukti dengan pembelajaran jarak jauh (distance learning) dan e – learning
baik secara on – line maupun off – line. Penggunaan teknologi tersebut untuk
mewujudkan pendidikan yang mampu memberi fasilitas kebutuhan pengetahuan dan
keterampilan masyarakat sehingga menjadi lebih berkualitas tanpa batasan
dimensi ruang dan waktu.
Pada
sisi lain, saat ini kita sedang memasuki masa perubahan/paradigma dari metode
dan sistem manajemen serta miniatur konvensional/menuju sistem modern, yang
semuanya berbasis teknologi informasi. Adapun geseran paradigma ini nantinya
akan dapat meningkatkan mutu pendidikan, dengan gambaran sebagai berikut :
1.
Pola
interaksi yang tidak lagi mengenal jarak, ruang, dan waktu.
2. Perubahan
dari pendidikan terpusat menjadi tersebar fleksibelitas dalama jarak, ruang dan
waktu.
3. Bahan
ajar yang disajikan dalam multimedia dengan suara dan gambar yang dinamis,
tidak membosankan serta padat informasi.
4. “Self
– pace learning” artinya kecepatan belajar ditentukan oleh diri sendiri bukan
oleh kemampuan yang diseragamkan dalam kelas.
5. “Self
– motivated learning” artinya memacu kemampuan belajar mandiri. Perubahan dari
“Teacher Centric” (guru sebagai pusat pembelajaran) menjadi “Learner Centric”
(murid sebagai pusat pembelajaran).
6. Perubahan
dari “Entry Barrier” (seleksi ketat) menjadi “Output Quality Standard” (lulusan
berkualitas standard) artinya bukan masuknya yang dipersulit tapi lulusannya
yang harus memenuhi standard kualitas, sedang lamanya belajar tergantung
motivasi, kecerdasan, dan usaha masing – masing siswa.
7. Interaksi
antara pengajar dan siswa dilakukan tidak hanya dengan tatap muka, tetapi juga melalui fasilitas interaksi elektronik
sehingga meningkatkan kemampuan baca tulis.
Teknologi pembelajaran
tumbuh dari praktek pendidikan dan gerakan komunikasi audio visual. Teknologi
pembelajaran semula dilihat sebagai teknologi peralatan, yang berkaitan dengan
penggunaan peralatan, media dan sarana untuk mencapai tujuan pendidikan atau
dengan kata lain mengajar dengan alat bantu audio – visual. Teknologi
pembelajaran merupakan gabungan dari tiga aliran yang saling berkepentingan,
yaitu media dalam pendidikan, psikologi pembelajaran dan pendekatan sistem
dalam pendidikan.
Adalah Edgar Dale dan
James Finn merupakan dua tokoh yang berjasa dalam pengembangan teknologi
pembelajaran modern. Edgar Dale mengemukakan tentang kerucut pengalaman (Cone of Experience) sebagaimana tampak
dalam gambar 1 berikut ini :
Gambar
1. Kerucut Pengalaman Dale
Gambar tersebut dapat
kita lihat rentangan tingkat pengalaman dari yang bersifat langsung hingga ke
pengalaman melalui simbol – simbol komunikasi, yang merentang dari yang
bersifat konkret ke abstrak, dan tentunya memberikan implikasi tertentu
terhadap pemilihan metode dan bahan pembelajaran, khususnya dalam pengembangan
Teknologi Pembelajaran.
Pemikiran Edgar Dale
tentang Kerucut Pengalaman (Cone of
Experience) ini merupakan upaya awal untuk memberikan alasan atau dasar
tentang keterkaitan antara teori belajar dengan komunikasi audio – visual.
Kerucut Pengalaman Dale telah menyatukan teori pendidikan John Dewey (salah
satu tokoh aliran Progresivisme) dengan gagasan – gagasan dalam bidang
psikologi yang tengah populer pada masa itu.
Sedangkan, James Finn
berjasa dalam mengusulkan bidang komunikasi audio – visual menjadi Teknologi
Pembelajaran yang kemudian berkembang hingga saat ini menjadi suatu profesi
tersendiri, dengan didukung oleh penelitian, teori dan teknik tersendiri. Gagasan
Finn mengenai terintegrasinya sistem dan proses mampu mencakup dan memperluas
gagasan Edgar Dale tentang keterkaitan antara bahan dengan proses pembelajaran.
Pendidikan tidak
berjalan dalam ruang hampa. Maksudnya terdapat saling pengaruh antara
pendidikan dengan perkembangan sosial – budaya, termasuk ilmu pengetahuan dan
teknologi yang terjadi di lingkungannya. Sistem pendidikan dipengaruhi oleh
perubahan yang terjadi di masyarakat, sebaliknya pendidikan juga mempengaruhi
dan bahkan diharapkan dapat mengarahkan perubahan yang terjadi kearah yang
positif.
Salah satu perubahan
besar yang terjadi dalam beberapa dasawarsa terakhir ini, adalah kemajuan
teknologi informasi dan komunikasi (TIK), yang didukung oleh penggunaan
komputer. Dengan kemajuan TIK, maka terjadilah era globalisasi yang merambah
aspek sosial budaya, politik, ekonomi, termasuk pendidikan. Masuknya TIK dalam
berbagai bidang telah mengubah pola – pola komunikasi dan distribusi informasi
tanpa batas wilayah, negara atau waktu.
Guru dan siswa dalam
proses pembelajaran dapat memanfaatkan teknologi untuk pencarian informasi atau
bahan pelajaran melalui internet, mendekatkan jarak ruang dan waktu dalam
interaksi guru – murid dengan distance
learning. Dari proses tersebut terjadi efisiensi pembelajaran serta
penyimpanan berbagai data dan informasi yang diperlukan. Pemanfaatan TIK dalam
pembelajaran tentu tergantung pada kemampuan dan kreativitas guru dalam
mengoprasikan, ketersedian sarana prasarana berbasis teknologi dan dukungan
manajerial. Tulisan ini dimaksudkan untuk membekali calon guru memanfaatkan TIK
dalam pembelajaran.
1.
Pengertian
Teknologi Informasi dan Komunikasi Pendidikan
Pandangan umum tentang
teknologi sangat mempengaruhi pengertian teknologi informasi dan komunikasi
pendidikan. Awal dari kebutuhan teknologi untuk dunia pendidikan karena
pengaruh produk teknologi yang makin banyak diminati masyarakat. Teknologi
informasi tidak hanya terbatas pada teknologi komputer yang digunakan untuk
memproses dan menyimpan informasi, tetapi juga mencakup teknologi komunikasi
untuk mengirim informasi (Martin, 1999).
1)
Konsep
Teknologi Informasi Pendidikan
Istilah teknologi
berasal dari kata “textere” (bahasa
Latin) yang artinya “ to weave or construct
” , menenun atau membangun. Menurut Saettler bahwa teknologi tidak selamanya
harus menggunakan mesin, akan tetapi merujuk pada setiap kegiatan praktis yang
menggunakan ilmu atau pengetahuan tertentu. Bahkan di sebutkan bahwa teknologi
itu merupakan usaha untuk memecahkan masalah manusia ( Salisbury, 2002 ). Dalam
kaitannya dengan hal tersebut, Romiszowski ( 1981 : 11 ) menyebutkan bahwa
teknologi itu berkaitan dengan produk dan proses. Sedangkan Rogers ( 1986 : 1 )
mempunyai pandangan bahwa teknologi biasanya menyangkut aspek perangkat keras (
terdiri dari material atau objek fisik ),dan aspek perangkat lunak ( terdiri
dari informasi yang terkandung dalam perangkat keras ). Didasarkan atas
pemahaman – pemahaman tersebut Salisbury ( 2002 : 7 ) mengungkapkan bahwa
teknologi adalah penerapan ilmu atau pengetahuan yang terorganisir secara sistimatis
untuk penyelesaian tugas – tugas secara praktis.
Penggunaan istilah
teknologi dalam pendidikan tidak terlepas dari kajian Finn (1960) pada seminar
tentang peran teknologi dalam masyarakat dengan judul makalahnya “Teknology and the Instructional Process”.
Melalui makalahnya dikaji hubungan antara teknologi dengan pendidikan. Argumen
utama yang disampaikannya didasarkan atas gejala pemanfaatan teknologi dalam
kehidupan masyarakat yang memiliki kemiripan dengan kondisi yang terdapat dalam
pendidikan. Oleh karena itu, penggunaan istilah teknologi yang digandengkan
dengan pendidikan merupakan suatu hal yang tepat dan wajar.
Lumsdaine (1964) dalam
Romiszoswki (1981 : 12) menyebutkan bahwa penggunaan istilah teknologi pada
pendidikan memiliki keterkaitan dengan konsep produk dan proses. Konsep produk
berkaitan dengan perangkat keras atau hasil – hasil produksi yang dimanfaatkan
dalam proses pengajaran. Pada tahapan yang sederhana jenis teknologi yang
digunakan adalah papan tulis, bagan, obyek nyata, dan model – model yang
sederhana. Pada tahapan teknologi menengah digunakannya OHP, slide, film
proyeksi, peralatan elektronik yang sederhana untuk pengajaran, dan peralatan
proyeksi (LCD). Sedangkan tahapan teknologi yang tinggi berkaitan dengan penggunaan
paket – paket yang kompleks seperti belajar jarak jauh yang menggunakan radio,
televisi, modul, computer assisted instruction, serta pengajaran atau stimulasi
yang kompleks, dan sistem informasi dial
– access melalui telepon dan lain sebagainya. Penggunaan perangkat keras
ini sejalan dengan perkembangan produk industri dan perkembangan masyarakat,
seperti e – learning yang
memanfaatkan jaringan internet untuk kegiatan pembelajaran. Konsep proses atau
perangkat lunak, dipusatkan pada pengembangan substansi pengalaman belajar yang
disusun dan diorganisir dengan menerapkan pendekatan ilmu untuk kepentingan
penyelenggaraan program pembelajaran. Pengembangan pengalaman belajar ini
diusahakan secara sistemik dan sistematis dengan memanfaatkan berbagai sumber
belajar. Konsep proses dan konsep produk pada hakekatnya tidak dapat dipisahkan
karena keduanya bersama – sama dimanfaatkan untuk kepentingan pemberian
pengalaman belajar yang optimal kepada siswa.
Pengembangan program
belajar diawali dengan analisis tngkah laku (tingkah laku yang perlu dipelajari
dan keadaan tingkah laku belajar siswa) yang perlu dikuasai siswa dalam proses
belajar dan pelahiran tingkah laku setelah mengikuti kegiatan pembelajaran.
Tahapan analisis tingkah laku tersebut memanfatkan penggunaan ilmu atau
sejumlah pengetahuan untuk mengungkap kemampuan yang harus dimiliki calon
siswa, di samping kemampuan yang harus digunakannya untuk memperoleh kemampuan
hasil belajar. Romiszwoski (1986 : 15 - 17) memasukkan kegiatan tersebut ke
dalam istilah “behavioral technology”.
Selanjutnya, kemampuan – kemampuan hasil analisis dikembangkan ke dalam
pengembangan program pembelajaran yang terpilih, atau tahapan “Instructional technology”.
Konsep dan prinsip
teknologi pembelajaran kemudian diperkaya oleh ahli – ahli bidang Psikologi,
seperti Bruner (1966), dan Gagne (1974),
ahli Cybernetic seperti Landa (1976), dan Pask (1976), serta praktisi seperti
Gilbert (1969), dan Horn (1969), serta lembaga – lembaga pendidikan yang
memiliki ketertarikan atas pengembangan program pembelajaran. Walaupun
teknologi pembelajaran termasuk masih prematur, akan tetapi usaha
pengembangannya terus dilakukan secara kreatif dan teliti sehingga mampu
memecahkan permasalahan yang muncul dalam pembelajaran, sampai kepada hal – hal
mikro dalam tahapan tingkah laku belajar siswa.
Pembelajaran pada
hakekatnya mempersiapkan siswa untuk dapat menampilkan tingkah laku hasil
belajar dalam kondisi yang nyata atau untuk memecahkan masalah yang dihadapi
dalam kehidupannya. Untuk itu, pengembang program pembelajaran selalu
menggunakan teknik analisis kebutuhan belajar untuk memperoleh informasi
mengenai kemampuan yang diperlukan siswa. Bahkan setelah siswa menyelesaikan
kegiatan belajar selalu dilakukan analisis umpan balik untuk melihat kesesuaian
hasil belajar dengan kebutuhan belajar. Harless menyebutnya dengan “front – end analysis”, sedangkan Mager
dan Pape (1970) menyebutnya “performance
problem analysis”. Dan Romiszwoski (1986) mengistilahkan kegiatan tersebut
sebagai “performance technology”.
Secara konsep dan
praktek program pembelajaran memerlukan perhatian semua pihak yang memiliki keterkaitan termasuk kajian
disiplin ilmu, dan tidak bisa hanya dipercayakan sepenuhnya kepada pihak
pengajar saja. Hal ini diakibatkan oleh kompleksnya human learning. Belajar berkaitan dengan perkembangan psikologis
siswa, pengalaman yang perlu diperoleh, kemampuan yang harus dipelajari, cara
atau teknik belajar, lingkungan yang perlu menciptakan kondisi yang kondusif,
sarana dan fasilitas yang mendukung, dan berbagai faktor eksternal lainnya.
Untuk itu, Malcolm Warren mengungkapkan bahwa diperlukan teknologi untuk mengelola
secara efektif pengorganisasian berbagai sumber manusiawi. Romiszowski (1986)
menyebutnya dengan “Human resources
management technology”. Penanganan berbagai pihak yang diperlukan dan
memiliki perhatian terhadap pengembangan program belajar dan penyelenggaraan
kegiatan pembelajaran memerlukan satu teknik tertentu yang dapat mengkoordinir
dan mengakomodasikannya sesuai dengan potensi dan keahlian masing – masing.
Keterkaitan keseluruhan
teknologi yang diperlukan untuk menangani masalah belajar manusia tersebut
diuraikan sebagai berikut : dimulai dari teknologi yang berkaitan dengan cara
penguasaan kemampuan oleh siswa atau disebut dengan “behavioral technology”, kemudian teknologi yang diperlukan dalam
disain, pengembangan, dan pemanfaatan program pembelajaran yang disebut dengan
“instructional technology”, teknologi
yang berkaitan dengan mencocokkan kebutuhan belajar dengan penampilan siswa
dalam konteks tertentu disebut dengan “performance
technology”, dan keseluruhan teknologi tersebut dibungkus melalui teknologi
untuk mengelola berbagai sumber yang diperlukan untuk kepentingan disain,
pengembangan dan penyelenggaraan program belajar yang disebut dengan “human resources management technology”.
Untuk lebih mengenal pengertian
teknologi pendidikan pada bagian ini diuraikan beberapa pendapat para ahli.
a. Konsep
Teknologi menurut Finn (1960)
Finn, sebagaimana
dikutip oleh Gentry menyatakan, “selain diartikan sebagai mesin, teknologi bisa
mencakup proses, sistem, manajemen dan mekanisme pantauan; baik manusia itu
sendiri atau bukan. Secara luas, teknologi merupakan cara pandang terhadap
masalah berikut lingkupnya, tingkat kesukaran, studi kelayakan, serta cara
mengatasi masalah secara teknis dan ekonomis”.
Dalam hal yang sama, ia
mengutip pula Konsep Simon (1983) yang berbunyi, “teknologi sebagai disiplin
rasional, untuk meyakinkan manusia akan keahliannya menghadapi alam fisik atau
lingkungan melalui penerapan hukum atau aturan ilmiah yang telah ditentukan.”
b. Konsep
Teknologi menurut Saettler
Saettler berpendapat
bahwa teknologi asal katanya – techne, bahasa Yunani, dengan makna seni,
kerajinan tangan, atau keahlian. Kemudian ia menerangkan bahwa teknologi bagi
bangsa Yunani kuno diakui sebagai suatu kegiatan khusus, dan sebagai
pengetahuan. Pendapat Saettler ini mengacu pada konsep Mitcham. Ia mencantumkan
uraian Aristoteles tentang techne sebagai penerapan (ilmu) pengetahuan sistematis
agar menghasilkan kegiatan (manusia) yang baik.
c. Konsep
Teknologi menurut Heinich, et al.
Pendapat Heinich,
Molenda, dan Russell, 1993 memperkuat asumsi sebelumnya. Menurut mereka,
“teknologi merupakan penerapan pengetahuan yang ilmiah dan tertata..... teknologi
sebagai suatu proses atau cara berfikir bukan hanya produk seperti komputer,
satelit dan sebagainya.” Ketiga pakar ini membedakan antara teknoloi/perangkat
lunak atau soft technology dengan
teknologi/perangkat keras atau hard
technology. Selain itu, mereka menyatakan “teknologi sebagai suatu
pengetahuan diterapkan oleh manusia untuk mengatasi masalah dan melaksanakan
tugas dengan cara sistematis dan ilmiah”.
Dari seluruh definisi
tadi hanya definisi dari Finn saja yang menyinggung arti teknologi sebagai
penggunaan mesin atau perangkat keras. Para pakar tadi berkesimpulan bahwa :
1) Teknologi
terkait dengan sifat rasional dan ilmah
2) Teknologi
menunjuk suatu keahlian, baik itu seni atau kerajinan tangan
3) Teknologi
dapat diterjemahkan sebagai teknik atau cara pelaksanaan suatu kegiatan, atau
sebagai suatu proses
4) Teknologi
mengacu pada penggunaan mesin – mesin dan perangkat keras.
Pada halaman 19 – 20
dari buku tentang “Educational
Technology, mereka mengutip definisi Council for Educational Technoloy for the
UK,” yang menjabarkan teknologi pendidikan sebagai pengembangan, penerapan
dan evaluasi atas sistem, teknik, serta alat bantu untuk meningkatkan proses
belajar (manusia).
Selain definisi ini,
mereka juga mencantumkan definisi yang berasal dari National Centre for Programmed Learning, UK. Definisi tersebut
berbunyi antara lain “teknologi pendidikan adalah penerapan pengetahuan ilmiah
mengenai belajar dan kondisi belajar untuk meningkatkan keefektifan dan
efesiensi pengajaran dan pelatihan. Jika tidak ada temuan atau prinsip ilmiah,
maka teknologi pendidikan menggunakan teknik teruji secara empirik untuk
meningkatkan proses belajar”. Mereka berpendapat pola penerapan teknologi
pendidikan terjadi berupa proses berulang dan pendekata sistem sebagai alur
berfikir dalam merancang situasi pembelajaran dan memanfaatkan metode atau
teknik apa saja yang dianggap sesuai untuk pencapaian tujuan belajar.
Pendekatan sistem diharapkan agar dapat diselaraskan dengan rancangan materi
dan luwes terhadap perkembangan terbaru proses belajar serta kemajuan di bidang
pendekatan pembelajaran berikut metodenya.
Association
for Educational Communications and Technology atau
AECT (Amerika Serikat), Organisasi profesi teknologi pendidikan tertua ini
berulang kali merumuskan batasan yang memadai mengenai teknologi pendidikan.
Beberapa definisi yang dianggap kokoh dan permanen diantaranya adalah definisi
yang diluncurkan oleh Komisi khusus AECT tahun 1977 dan definisi yang
diluncurkan oleh Seels & Richey tahun 1994 dan masih disponsori oleh
organisasi profesi ini.
d. Definisi
Association for Educational
Communications Technology (AECT)
Pada tahun 1963 AECT mendefinisikan bahwa : “Komunikasi audio
– visual adalah cabang dari teori dan praktek pendidikan yang terutama
berkepentingan dengan mendesain, dan menggunakan pesan guna mengendalikan
proses belajar, mencakup kegiatan : (a) mempelajari kelemahan dan kelebhan
suatu pesan dalam proses belajar; (b) penstrukturan dan sistematisasi oleh
orang maupun instrumen dalam lingkungan pendidikan, meliputi : perencanaan
produksi, pemilihan, manajemen dan pemanfaatan dari komponen maupun keseluruhan
sistem pembelajaran. Tujuan praktisnya adalah pemanfaatan tiap metode dan
medium komunikasi secara efektif untuk membantu pengembangan potensi pembelajar
secara maksimal.”
Meskipun masih
menggunakan istilah komunikasi audio –
visual, definisi di atas telah menghasilkan kerangka dasar bagi
pengembangan Teknologi Pembelajaran serta dapat mendorong terjadinya
peningkatan pembelajaran.
Pada tahun 1972,
berupaya merevisi definisi yang sudah ada, dengan memberikan rumusan sebagai
berikut ”teknologi pendidikan adalah suatu bidang yang berkepentingan dengan
memfasilitasi belajar pada manusia melalui usaha sistematik dalam : identifikasi,
perkembangan pengorganisasian dan pemanfaatan berbagai macam sumber belajar
serta dengan pengelolaan atas keseluruhan proses tersebut”.
Definisi ini didasari
semangat untuk menetapkan komunikasi audio – visual sebagai suatu bidang studi.
Ketentuan ini mengembangkan gagasan bahwa teknologi pendidikan merupakan suatu
profesi.
Tahun 1977 AECT kembali
memperbaharui rumusan teknologi pendidikan dengan redaksi sebagai berikut :
“Teknologi pendidikan adalah prose kompleks yang terintegrasi meliputi orang,
prosedur, gagasan, sarana, dan organisasi untuk menganalis masalah, merancang,
melaksanakan, menilai dan mengelola pemecahan masalah dalam segala aspek
belajar pada manusia. Dalam rumusan tersebut berusaha mengidentifikasi
teknologi pembelajaran sebagai suatu teori, bidang dan profesi. Definisi
sebelumnya, kecuali pada tahun 1963, tidak menekankan teknologi pendidikan
sebagai suatu teori.”
Pada rumusan ini
membedakan dua rumusan teknologi pendidikan dengan teknologi instruksional.
Teknologi pendidikan sebagai proses yang terpadu, melibatkan orang, prosedur,
gagasan, peralatan dan organisasi untuk menganalisis dan mengolah masalah, kemudian
menggunakan, mengevaluasi, dan mengelola seluruh upaya pemecahan masalahnya
yang termasuk aspek belajar (manusia)”. Sedangkan Teknologi instruksional merupakan
bagian dari teknologi pendidikan. Rumusan tersebut mengabdalkan teknologi
pendidikan sebagai suatu proses kegiatan berkesinambungan dan merinci kegiatan
yang harus dilaksanakan oleh para praktisinya.
Konsep teknologi
instruksional berkaitan dengan lingkup yang lebih sempit. Dengan asumsi ini,
maka teknologi instruksional dianggap lebih tepat dalam menjabarkan peran
teknologi pendidikan dan teknologi insruksional dianggap mencakup jenjang
pendidikan dari TK sampai dengan SMU, bahkan perguruan tinggi dan termasuk
didalamnya situasi belajar pada program pelatihan.
Beberapa pihak masih
mempertahankan nama teknologi pendidikan. Mereka tetap beranggapan bahwa
teknologi instruksional sebagai bagian dari teknologi pendidikan. Istilah
teknologi pendidikan digunakan agar bidang garapan menjadi lebih luas.
Pendidikan sebenarnya bisa diterjemahkan sebagai upaya penyelenggaraan kegiatan
belajar di berbagai lingkungan, termasuk di rumah, sekolah, di kantor, atau
dimana saja selama masih memungkinkan terjadi. Instruksional bisa dikonotasikan
hanya proses belajar di lingkungan sekolah.
Michael Molenda (1989)
mencoba merumuskan teknologi instruksional sebagai “seni sekaligus ilmu
(pengetahuan) mengenai kegiatan merancang, memproduksi dan melaksanakannya
dengan cara ekonomis namun anggun/canggih, pemecahan masalah instruksional
dalam bentuk media cetak atau media pandang – dengar, kuliah, atau keseluruhan
sistem instruksional yang mengatur dan mempersiapkan proses belajar dengan
efisien dan efektif. Molenda menekankan perpaduan antara unsur seni sekaligus
ilmiah dalam menyelenggarakan proses belajar dengan cara berhemat tetapi tidak
mengesampingkan mutu hasil belajar.”
Bagi Gagne, “teknologi
instruksional menyangkut teknik praktis dari penyampaian instruksional yang
melibatkan penggunaan media. Tujuan utama bidang teknologi instruksional adalah
meningkatkan dan memperkenalkan penerapan pengetahuan tadi dan memvalidasikan
prosedur dalam rancangan dan penyampaian instruksional. Gagne menginginkan
upaya pengolahan materi belajar menjadi prioritas agar interaksi belajar
terjadi. Interaksi belajar timbul karena pelajar sedang menyerap materi dan
menginterpretasikannya – menulis kembali satu alinea atau mengingat rumus –
bisa pula terjadi antara pelajar dengan orang lain, misalnya guru, temannya
atau narasumber lain.”
Tahun 1994 AECT
menekankan teknologi pembelajaran dengan redaksi sebagai berikut : “Teknologi
Pembelajaran adalah teori dan praktek dalam desain, pengembangan, pemanfaatan,
pengelolaan, serta evaluasi tentang proses dan sumber untuk belajar.” Meski
dirumuskan dalam kalimat yang lebih sederhana, definisi ini sesungguhnya
mengandung makna yang dalam. Definisi ini berupaya semakin memperkokoh
teknologi pembelajaran sebagai suatu bidang dan profesi, yang tentunya perlu didukung
oleh landasan teori dan praktek yang kokoh. Definisi ini juga berusaha
menyempurnakan wilayah atau kawasan bidang kegiatan dari teknologi
pembelajaran. Di samping itu, definisi ini berusaha menekankan pentingnya
proses dan produk.
Gary
J Anglin (1995) mengamati struktur dan prosedur
kerja seluruh komponen yang teruji dan rapi ternyata lebih penting. Ia
mengatakan, “teknologi instruksional adalah penerapan sistematik dan sistematis
dari strategi – strategi dan teknik – teknik yang berasal dari ilmu perilaku
serta ilmu lain untuk mengatasi masalah instruksional”.
Pernyataannya
menegaskan bahwa konsep teknologi instruksional menerapkan atau “meminjam”
bidang lain dalam menciptakan proses belajar kondusif.
Tjeerd
Plomp & Donald P Ely memberikan definisi yang
berbeda. Dengan merujuk pada konsep Finn, mereka mengungkapkan dua aspek pokok
dalam teknologi instruksional. Kedua aspek tersebut yakni : Teknologi
instruksional mengacu pada proses belajar dan pengembangan produk merupakan
materi belajar yang telah diuji dan direvisi secara sistematis.
Dengan mengkaji dan
mencermati berbagai rumusan teknologi pendidikan sekaligus teknologi
instruksional, unsur – unsur termasuk bidang ini yaitu proses belajar;
penciptaan kondisi belajar yang teruji; penyediaan produk belajar dan sistem
penyampaiannya; penyediaan sumber – sumber belajar lainnya. Istilah sehubungan
dengan teknologi pendidikan :
1) Teknologi
dalam pendidikan : produk teknologi yang dimanfaatkan oleh dunia pendidikan,
misalnya video dapat dimanfaatkan bukan hanya untuk hiburan di rumah, tetapi
dapat pula dimanfaaatkan untuk proses belajar.
2) Berbagai
produk teknologi lain yang dimanfaatkan untuk kepentingan belajar termasuk
dalam penerapan teknologi pendidikan.
Tom Cutchall (1999)
menyatakan : Instructional technology is
the research in and application of behavioral science and learning theories and
the use of a systems approach to analyze, design, develop, implement, evaluate
and manage the use of technology to assist in the solving of learning or
performance problems. (source : ). Definisi menurut Cutchall ini sama
seperti definisi AECT 1994. Dia menekankan bahwa teknologi pembelajaran
merupakan penelitian dan aplikasi ilmu perilaku dan teori belajar dengan
menggunakan pendekatan sistem untuk melakukan analisis, desain, pengembangan,
implementasi, evaluasi dan pengelolaan penggunaan teknologi untuk membantu
memecahkan masalah belajar dan kinerja. Tujuan utamanya adalah pemanfaatan
teknologi (soft – technology maupun hard - technology) untuk membantu
memecahkan masalah belajar dan kinerja manusia.
AECT
(2004) : Educational
technology is the study and ethical practice of facilitating learning and
improving performance by creating, using, and managing appropriate
technological processes and resources.
Ini adalah definisi terbaru yang menyatakan bahwa teknologi pendidikan adalah
studi dan praktek etis dalam upaya memfasilitasi pembelajaran dan meningkatkan
kinerja dengan cara menciptakan, menggunakan/memanfaatkan, dan mengelola proses
dan sumber – sumber teknologi yang tepat. Jelas, tujuan utamanya masih tetap
untuk memfasilitasi pembelajaran (agar efektif, efisien dan menarik/joyfull)
dan meningkatkan kinerja.
e. Definisi
Teknologi pendidikan menurut Commisssion
on Instruction Technology (CIT)1970
Dalam pandangan CIT,
teknologi pembelajaran diartikan sebagai media yang lahir sebagai akibat
revolusi komunikasi yang dapat digunakan untuk keperluan pembelajaran di
samping guru, buku teks, dan papan tulis dan seluruh bagian yang membentuk
teknologi pembelajaran adalah televisi, film, OHP, komputer dan bagian
perangkat keras maupun lunak lainnya. Mereka merumuskan bahwa teknologi
pembelajaran adalah : usaha sistematik dalam merancang, melaksanakan, dan
mengevaluasi keseluruhan proses belajar untuk suatu tujuan khusus, serta didasarkan
pada penelitian tentang proses belajar dan komunikasi pada manusia yang
menggunakan kombinasi sumber belajar dan manusia agar dapat berlangsung
efektif.
Dengan mencantumkan
istilah tujuan khusus, tampaknya rumusan tersebut berusaha mengakomodir pengaruh
pemikiran B. F. Skinner (salah seorang tokoh Psikologi Behaviorisme) dalam
teknologi pembelajaran. Begitu juga, rumusan tersebut memandang pentingnya
penelitian tentang metode dan teknik yang digunakan untuk mencapai tujuan
khusus.
f. Definisi
Silber 1970
Definisi teknologi
pembelajaran yang dikemukakan oleh Kenneth Silber menyebutkan istilah
pengembangan. Pada definisi sebelumnya yang dimaksud dengan pengembangan lebih
diartikan pada pengembangan potensi manusia. Dalam definisi Silber, penggunaan
istilah pengembangan memuat dua pengertian, di samping berkaitan dengan
pengembangan potensi manusia juga diartikan sebagai pengembangan dari teknologi
pembelajaran itu sendiri, yang mencakup : perancangan, produksi, penggunaan dan
penilaian teknologi untuk pembelajaran. Menurutnya “Teknologi Pembelajaran
adalah pengembangan (riset, desain, produksi, evaluasi, dukungan pasokan,
pemanfaaatan) komponen sistem pembelajaran (pesan, orang, bahan, peralatan,
teknik dan latar) serta pengelolaan usaha pengembangan (organisasi dan
personal) secara sistematik, dengan tujuan untuk memecahkan masalah belajar”.
g. Definisi
Mac Kenzie dan Eraut 1971
“Teknologi Pendidikan
merupakan studi sistematik mengenai cara bagaimana tujuan pendidikan dapat
dicapai.” Definisi sebelumnya meliputi istilah, “mesin”, “istrumen” atau
“media”, sedangkan dalam definisi Mac
Kenzie dan Eraut ini tidak
menyebutkan perangkat lunak maupun perangkat keras, tetapi lebih berorientasi
pada proses.
h. Definisi
Vaza
Menurut Vaza (2007 : 7)
teknologi adalah sebuah proses yang dilaksanakan dalam upaya mewujudkan sesuatu
secara rasional. Vaza menekankan kata rasional dalam pengertian teknologi
tersebut. Hal ini untuk membedakan dengan perwujudan sesuatu yang diperoleh
secara intuitif, seperti karya seni. Menurut Vaza, teknologi terkait dengan
jawaban terhadap pertanyaan “HOW”,
sedangkan sains terkait dengan jawaban “WHY”.
Teknologi modern
didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan yang ditransformasikan ke dalam produk,
proses, jasa dan struktur organisasi. Penciptakan teknologi oleh manusia dengan
menggunakan budi daya akalnya. Manusia harus memanfaatkan akal pikirannya dalam
merekayasa teknologi berdasarkan nalarnya lalu membuatnya menjadi suatu produk
yang konkrit. Dengan pengertian lain bahwa teknologi adalah usaha manusia untuk
memanfatkan ilmu pengetahuan untuk kepentingan dan kesejahteraan.
Pengertian teknologi
dapat dipahami dari berbagai definisi yang didasarkan pada berbagai pendekatan.
Salah satu pendekatan ialah mendefinisikan teknologi sebagai suatu produk.
Dalam pendekatan teknologi sebagai suatu produk, teknologi antara lain
didefinisikan sebagai pengembangan dan aplikasi dari alat, mesin, material, dan
proses yang menolong manusia menyelesaikan masalahnya. Sejalan dengan definisi
tersebut, beberapa pakar mendefinisikan teknologi sebagai sekumpulan
pengetahuan ilmiah, mesin perkakas, dan kemampuan organisasi produksi yang
dikelola secara sistematis dan efektif.
Kata teknologi sering
dipahami sebagai sesuatu yang berupa mesin atau hal – hal yang berkaitan dengan
permesinan, namun sesungguhnya teknologi pendidikan memiliki makna yang lebih
luas, karena teknologi pendidikan merupakan perpaduan dari unsur manusia,
mesin, ide, prosedur, dan pengelolaannya (Hoba, 1997). Lebih lanjut pengertian
teknologi didefinisikan sebagai penerapan dari ilmu atau pengetahuan lain yang
terorganisir ke dalam tugas – tugas praktis (Galbraith, 1977).
Keberadaan teknologi
harus dimaknai sebagai upaya untuk meningkatkan efektivitas dan efesiensi.
Teknologi juga tidak dapat dipisahkan dari masalah, sebab teknologi lahir dan
dikembangkan untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi oleh manusia.
Teknologi pendidikan
bisa dipandang sebagai suatu produk dan proses. Sebagai suatu produk, teknologi
pendidikan mudah dipahami karena sifatnya lebih konkrit seperti radio,
televisi, proyektor, OHP, dan sebagainya. Sebagai sebuah proses, teknologi
pendidikan bersifat abstrak. Dalam hal ini teknologi pendidikan bisa dipahami
sebagai suatu proses yang kompleks dan terpadu yang melibatkan orang, prosedur,
ide, peralatan, dan organisasi untuk menganalisis masalah, mencari jalan untuk
mengatasi permasalahan, melaksanakan, menilai, dan mengelola pemecahan masalah
tersebut yang menyangkut semua aspek belajar manusia. Sejalan dengan hal
tersebut, maka lahirlah teknologi pendidikan dari adanya permasalahan dalam
pendidikan.
Teknologi dalam
pembelajaran diartikan sebagai mekanisme untuk mendistribusikan pesan, termasuk
sistem pos, siaran radio dan televisi, telepon, satelit dan jaringan komputer.bertanya,
kalau begitu apa yang di sebut media ? Pengertian media dalam materi diklat ini
diambil dari CISAER (2003). CISAER mendefinisikan media dalam pembelajaran
sebagai pesan yang didistribusikan melalui teknologi, terutama dalam teks bahan
ajar cetak dan dalam jaringan komputer, bunyi dalam audio-tape dan siaran radio, serta teks, suara dan/atau gambar pada
telekonferensi.
Penggunaan teknologi
dalam pembelajaran mengarah pada penggunaan internet atau jaringan komputer. Petherbridge
dan Chapmen (2007) melaporkan bahwa teknologi internet yang digunakan dalam
pembelajaran tumbuh dari 4.000 satuan kredit semester pada tahun 2000 menjadi
lebih dari 19.000 satuan kredit semester pada tahun 2005. Sedangkan penggunaan
teknologi lainnya dalam pembelajaran, seperti siaran TV dan radio, DVD, video,
relatif tetap setiap tahunnya. Hal ini terjadi karena teknologi internet mampu
menyampaikan pesan secara mutimedia, baik teks, suara, gambar diam, mampu
gambar bergerak. Selain itu, teknologi internet memungkinkan penyampaian pesan
secara langsung (synchronous) seperti
siaran TV atau radio atau penyampaian pesan secara tidak langsung (asynchronous) seperti vidio, kaset, dan
buku. Dengan fleksibilitas yang dimiliki teknologi internet, tidak mengherankan
bila perkembangan penggunaan teknologi dalam pembelajaran mengarah pada
penggunaan internet. Pada umumnya yang di maksud dengan teknologi informasi dan
komunikasi dalam pembelajaran ialah penggunaan internet untuk pembelajaran. Oleh
karena itu, dalam paparan ini akan lebih banyak di bahas mengenai penggunaan
internet untuk pembelajaraan.
Keberhasilan pembelajaraan yang di lakukan
dalam satu kegiatan pendidikan adalah bagaimana siswa dapat belajar dangan cara
mengidentifikasi, mengembangkan, mengorganisasi, serta menggunakan segala macam
sumber belajar. Upaya pemecahan masalah dalam pendekatan teknologi pendidikan
adalah dengan mendayagunakan sumber belajar. Hal ini sesuai dengan pengubahan
istilah dari teknologi pendidikan menjadi teknologi pembelajaran. Dalam
definisi teknologi pembelajaran dinyatakan bahwa teknologi pendidikan adalah
teori dan praktik dalam hal rancangan, pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan,
dan evaluasi terhadap sumberdan proses untuk belajar. (Barbara, 1994).
Teknologi dalam
pembelajaran telah mengubah wajah pembelajaran yang berbeda denagn proses
pembelajaraan tradisional yang di tandai dengan interaksi tatap muka antara
guru dan siswa baik di kelas maupun di luar kelas sehingga teknologi dalam
pembelajaraan di artikan sebagai media untuk mendistribusikan pesan, termasuk
sistem pos, siaran radio, televisi, telepon, satelit dan jaringan komputer.
Dengan demikian teknologi yang secara langsung releven dengan pembelajaraan
adalah di sesuaikan dengan makna pembelajaran itu sendiri. Ase Suherlan balik,
baik di antara guru dengan siswa maupun siswa dengan siswa dan lingkungan
belajar dalam upaya pencapayan tujuan pembelajaran. Dari makna pembelajaran di
atas terdafat makna inti bahwa pembeljaran harus mengandung unsur komunikasi
dan inpormasi.
Berdasarkan definisi –
definisi diatas dapat disimpulkan bahwa :
a. Teknologi
pembelajaran / teknologi pendidikan adalah suatu disiplin/bidang (field of study).
b. Istilah
teknologi pembelajaran dipakai bergantian dengan istilah teknologi pendidikan.
c. Tujuan
utama teknologi pembelajaran adalah (1) untuk memecahkan masalah belajar atau
memfasilitasi pembelajaran; dan (2) untuk meningkatkan kinerja;
d. Dalam
mewujudkan tersebut menggunakan pendekatan sistemik (pendekatan yang
holistik/komprehensif, bukan pendekatan yang bersifat parsial);
e. Kawasan
teknologi pembelajaran dapat meliputi kegiatan yang berkaitan dengan analisis,
desain, pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan, implementasi dan evaluasi baik
proses – proses maupun sumber – sumber belajar.
f. Teknologi
pembelajaran tidak hanya bergerak dipersekolahan tapi juga dalam semua
aktivitas manusia (seperti perusahaan, keluarga, organisasi masyarakat, dll)
sejauh berkatan dengan upaya memecahkan masalah belajar dan peningkatan
kinerja.
g. Yang
dimaksud dengan teknologi disini adalah teknologi dalam arti yang luas, bukan
hanya teknologi fisik (hardtech),
tapi juga teknologi lunak (softtech).
2)
Konsep
Komunikasi Pendidikan
Istilah komunikasi
berpangkal pada perkataan communicare
berarti “berprestasi”, “memberitahukan”, menjadi milik bersama” (John Echols
dan Hasan, 1998 : 48). Dengan demikian, secara konseptual arti komunikasi sudah
mengandung pengertian – pengertian memberitahukan (menyebarkan) berita,
pengetahuan, fikiran – fikiran, nilai – nilai dengan maksud untuk menggugah
partisipasi agar hal – hal yang diberitahukan menjadi milik bersama.
Komunikasi dalam konteks edukatif, berlangsung antara
guru dengan peserta didik dalam sebuah kegiatan yang disebut dengan proses
belajar mengajar. Guru adalah salah satu komponen pendidikan dengan
sekumpulan tugas. Dikalangan suku Sunda, kata “guru” itu berarti orang yang
layak digugu (= ditaati) dan ditiru ( = dicontoh), (Sagala, 2008 :
14). Menurut Undang – undang No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
pengertian guru adalah sebagai berikut.
Guru adalah pendidik
profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan,
melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia
dini, jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah (2005
: 2).
Menurut Sadirman, “guru adalah salah satu komponen
manusiawi dalam proses belajar mengajar, yang ikut berperan dalam usaha
pembentukan sumber daya manusia yang potensial di bidang pembangunan” (1986 :
123). Dari beberapa definisi tersebut
dapat dipahami bahwa guru adalaj jabatan atau profesi yang memerlukan keahlian
khusus sebagai guru. Guru harus menguasai seluk beluk pendidikan dan pengajaran
serta ilmu – ilmu lainnya yang akan disampaikan kepada peserta didik dengan
strategi, pendekatan dan metode tertentu. Adapun peserta didik adalah setiap
orang yang menerima pengaruh dari seorang atau
sekelompok orang yang menjalankan kegiatan pendidikan (Djamarah, 2000 :
51).
Berdasarkan penjelasan
sebagaimana diuraikan di atas, dapat dipahami bahwa yang dimaksud dengan
komunikasi edukatif adalah penyampaian pesan dari sumber pesan (guru sebagai
komunikator) melalui saluran/media tertentu ke penerima pesan (peserta didik
sebagai komunikate) dalam proses belajar mengajar.
Komunikasi edukatif
yang efektif antara guru dengan peserta didik adalah komunikasi yang benar,
tepat pada sasaran. Efektivitas komunikasi ditentukan oleh beberapa faktor.
Anatara lain komunikator, komunikate, dan media yang digunakan untuk
berkomunikasi. Dan ada beberapa hal yang dapat menghambat efektivitas
komunikasi, seperti hambatan psikologis, hambatan kultural, dan hambatan
lingkungan. Hambatan – hambatan ini dalam komunikasi dikenal dengan istilah barriers atau noises.
Secara umum, komunikasi
dikatakan efektif apabila ada kesamaan; pesan dari sumber pesan yang
disampaikan dengan menggunakan media kepada komunikate, sama dengan pesan yang
diterima komunikate dari sumber pesan (komunikator).
Karena guru adalah
pusat kehidupan rohani dan sebagai penyebab berkenalannya dengan dunia luar,
maka setiap reaksi emosi peserta didik dan pemikirannya dikemudian hari,
terpengaruh oleh sikap terhadap gurunya di permulaan hidupnya dahulu. Perasaan
peserta didik kepada gurunya sebenarnya sangat kompleks, ia adalah campuran
dari bermacam – macam emosi dan dorongan yang selalu melakukan interaksi,
pertentangan dan memuncak pada umur – umur tertentu (Zakiyah Daradjat, 1989 :
38). Peserta didik yang merasakan komunikasi harmonis di lingkungan
pendidikannnya, ia berkesempatan untuk berfikir logis, dan mengkritik pendapat
– pendapat yang tidak masuk akal. Perkembangan peserta didik ke arah berfikir
logis juga mempengaruhi pola komunikasi yang dilakukan dalam lingkungan
pendidikan.
Secara lebih mendalam
tentang komunikasi yang efektif antara guru dengan peserta didik usia peserta
didik, dapat dikaji dari indikator menimbulkan pengertian, menimbulkan
kesenangan, menimbulkan pengaruh pada sikap, menimbulkan hubungan yang makin
baik, dan menimbulkan tindakan.
a. Menimbulkan
Pengertian
“Pengertian artinya
penerimaan yang cermat dari stimuli seperti yang dimaksud oleh komunikator.”
(Jalaludin R., 2006 : 17). Sebagaimana dijelaskan di atas bahwa komunikasi yang
efektif itu adalah timbulnya pengertian pada komunikate tentang pesan yang
disampaikan oleh komunikator melalui media yang digunakan. Kita pahami bahwa tujuan
komunikasi itu untuk menumbuhkan hubungan sosial yang baik, dimana hubungan
sosial merupakan kebutuhan sosial, dan kebutuhan sosial ini hanya akan
terpenuhi jika terjadi komunikasi interpersonal yang efektif, yakni yang
menimbulkan pengertian.
Kegagalan pendidikan
dalam menciptakan komunikasi yang menimbulkan pengertian tergolong kegagalan
primer. Agar tidak terjadi kegagalan dalam komunikasi interpersonal dan supaya
tetap survival dalam bermasyarakat, maka setiap individu harus terampil
memahami faktor – faktor yang mempengaruhi efektivitas komunikasi
interpersonal, seperti persepsi dan hubungan interpersonal.
Sebaliknya, komunikasi
yang tidak menimbulkan pengertian pada komunikan (komunikator dan komunikate),
mata tergolong komunikasi yang tidak efektif. Dalam hubungan pendidikan
adakalanya pesan yang disampaikan oleh guru atau pesan yang disampaikan oleh
pendidik tidak menimbulkan pengertian pada pihak lain. Misalnya guru
menyampaikan kepada peserta didik agar bersikap baik, tidak berbohong, tetapi
peserta didik tetap berperilaku tidak baik. Adakalanya juga peserta didik,
dengan perilaku – perilakunya menyampaikan pesan kepada guru, tetapi guru tidak
respon terhadap perilaku peserta didik tersebut. Dalam keadaan seperti ini maka
terjadi komunikasi yang tidak menimbulkan pengertian.
Ditinjau dari sumber
ajaran Islam, komunikasi yang menimbulkan pengertian itu adalah komunikasi yang
menimbulkan kepatuhan atas hal yang menjadi pesan. Hal ini tersirat dalam Al –
Qur’an surat An – Nisa ayat 9 sebagai berikut :
Artinya : dan hendaklah
takut kepada Alloh orang – orang yang seandainya meninggalkan di belakang
mereka peserta didik – peserta didik yang lemah, yang mereka khawatir terhadap
(kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Alloh
dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar (Tim Penerjemah Al –
Qur’an Depag RI, 1989 : 116).
Lafadz “qaulan sadidaa” mengandung maksud ucapan
yang benar, mengandung makna, dapat dimengerti, jelas sasaran, memiliki sumber
atau landasan yang kuat, serta dapat dipertanggungjawabkan karena mengandung
kebenaran, ketegasan dan disampaikan dengan cara – cara yang benar.
b. Menimbulkan
Kesenangan
Ciri lain dari
komunikasi edukatif yang efektif adalah menimbulkan kesenangan pada kedua belah
pihak karena adanya kesamaan pengertian dan ketercapaian tujuan. Dalam
kenyataannya, tidak semua komunikasi ditujukan untuk menyampaikan informasi dan
mempola pengertian. Ada perkataan – perkataan dan perbuatan dalam komunikasi
yang hanya bertujuan menyenangkan orang lain, seperti ucapan selamat pagi, dan
komunikasi lain yang bersifat fatis, yang dimaksudkan untuk menimbulkan
kesenangan. “Komunikasi inilah yang menyebabkan di antara manusia menjadi akrab
dan menyenangkan.” (Jalaudin Rakhmat, 2006 : 15).
Unsur perasaan senang
dalam berkomunikasi perlu diwujudkan agar dalam melaksanakan peserta didik
tidak merasa terpaksa. Dengan terlebih dahulu menjelaskan hal yang akan
diterima/disampaikan atau dipesankan itu adalah untuk kepentingan peserta didik
dan kepentingan pendidikan, maka peserta didik yang telah memahami dan mengerti
keadaan tersebut umumnya akan melakukan isi pesan dengan senang hati tanpa ada
unsur keterpaksaan, mengerjakan perbuatan dengan penuh kegembiraan. Pada sisi
lain, informasi yang diberikan oleh guru juga disarankan berisi informasi yang
menggembirakan.
Hal ini secara
eksplisit tercermin dalam ayat Al – Qur’an surat Al – Baqoroh ayat 25 sebagai
berikut.
Artinya : Dan sampaikanlah berita gembira kepada
mereka yang beriman dan berbuat baik, bahwa bagi mereka disediakan surga –
surga yang mengalir sungai – sungai di dalamnya. Setiap mereka diberi rezki
buah – buahan dalam surga – surga itu, mereka mengatakan : “Inilah yang pernah
diberikan kepada kami dahulu.” Mereka diberi buah – buahan yang serupa dan untuk
mereka di dalamnya ada isteri – isteri yang suci dan mereka kekal di dalamnya.
(Tim Penerjemah Al – Qur’an Depag RI, 1989).
Menjelaskan manfaat –
manfaat berbagai hal yang akan di komunikasikan, tujuan, dan menjelaskan tata –
caranya secara benar akan mempermudah pelaku komunikasi menerima isi pesan
dengan senang hati. Hal ini dapat terjadi karena ada keterlibatan diri dari
setiap individu secara langsung, baik dalam proses perencanaan, pelaksanaan,
maupun dalam proses penyelesaian suatu masalah.
c. Menimbulkan
Pengaruh pada Sikap
Karakteristik komunikasi
edukatif yang efektif dalam lingkungan pendidikan salah satunya adalah
menimbulkan pengaruh yang positif pada komunikan. Ditinjau dari sumber ajaran
Islam, tentang komunikasi yang berpengaruh pada sikap ini erat kaitannya dengan
Al – Qur’an surat an-nur ayat 51 sebagai berikut :
Artinya : “Sesungguhnya
jawaban orang - orang mu’min, bila mereka dipanggil kepada Alloh dan rasul –
Nya agar rasul menghukum (mengadili) di antara mereka ialah ucapan.” “Kami
mendengar dan kami patuh.” Dan mereka itulah orang – orang yang beruntung
(Depag RI., 1989 : 553).
Perkataan “kami
mendengar dan kami patuh” dari orang – orang yang mukmin itu karena di dalam
dirinya telah memiliki pengertian bahwa Alloh dan Rasul – Nya adalah benar
sehingga apa yang disampaikan ditaati dan dipatuhi, ini adalah wujud komunikasi
yang mempengaruhi sikap diawali dari adanya keyakinan bahwa apa – apa yang
disampaikan adalah benar dan disampaikan oleh orang yang benar. Jadi dalam
konteks ini, guru harus menyampaikan informasi yang benar, tidak meragukan
sehingga peserta didik tidak ragu mengikutinya.
d. Menimbulkan
Hubungan Sosial yang Baik
Komunikasi edukatif
yang efektif ditandai dengan adanya hubungan yang baik di antara komunikator
dengan komunikan, sehingga dapat menimbulkan interaksi yang positif.
Kebutuhan sosial adalah
kebutuhan untuk menumbuhkan hubungan yang memuaskan dengan orang lain dalam
interaksi dan asosiasi (inclusion),
pengendalian dan kekuasaan (control),
dan cinta kasih sayang (effection).
Secara singkat, kita ingin bergabung dengan orang lain, kita ingin
mengendalikan dan dikendalikan, ingin dicintai dan ingin mencintai (Jalaludin
Rakhmat, 1989 : 16).
Hubungan sosial yang baik
sebagai hasil komunikasi yang efektif antara lain terwujud dalam tata pergaulan
bermasyarakat yang saling menolong antara satu sama lain, menghargai pendapat,
serta toleransi terhadap perbedaan.
e. Menimbulkan
Tindakan Positif
Persuasi sebagai salah satu
tujuan komunikasi edukatif tidak lain dari upaya mempengaruhi orang lain untuk
bertindak sesuai dengan yang dikehendaki. Mempengaruhi orang lain untuk bertindak
memang sangat sulit, tetapi efektivitas komunikasi biasanya diukur dari
tindakan nyata yang dilakukan komunikate. Indikator ini dikategorikan paling
sulit, tetapi paling penting.
Untuk menimbulkan
tindakan, komunikator harus berhasil menanamkan pengertian, mempola dan
mengubah sikap, serta menimbulkan hubungan yang baik, barulah akan terlaksana tindakan
- tindakan sesuai yang di harapkan. Jadi tindakan adalah hasil kumulatif seluruh proses komunikasi.
Tindakan sebagai hasil komunikasi, bisa saja mengarah kepada tindakan positif
maupun negative. Dalam hal komunikasi edukatif, tindakan yang di hasilkan
senantiasa mengarah kepada tindakan positif.
Bila di tinjau dari
konsep tanbilah yang di kembangkan di
Pondok Pesantren Suryalaya, sebagai amanat pendiri pondok pesantren tersebut,
komunikasi edukatif yang efektif itu akan terpola dengan melaksanakan isi tanbiah pada nomor satu sampai dengan
nomor empat, yaitu ;
1) Terhadap
orang yang lebih tinggi dari pada kita, baik dohir maupun batin, harus kita
hormati, begitulah seharusnya hidup rukun, saling harga menghargai.
2) Terhadap
sesama yang sederajat dengan kita dalam segala-galanya, jangan sampai terjadi
persengketaan, sebaliknya harus bersikap rendah hati, bergotong royong dalam
melaksanakaan perintah Agama maupun Negara, jangan sampai terjadi perselisihan
dan persengketaan, kalau-kalau kita terkena firman-nya “adzabun alim”, yang
berarti duka nestapa selama - lamanya dari dunia sampai akhirat (badan payah
hati susah).
3) Terhadap
orang - orang yang keadaannya di bawah kita, janganlah hendak menghinakannya
atau berbuat tidak senonoh, bersikap angkuh, sebaliknya harus belas
kasiahandengan kesadaran, agar mereka merasa senang dan gembira hatinya, jangan
sampai merasa takut dan liar, bagaikan tersayat hatinya, sebaliknya harus
dituntun dibimbing dengan nasihat yang lemah lembut yang akan memberikan keinsyafan
dalam menempuh jalan kebajikan.
4) Terhadap
fakir miskin, kita harus kasih sayang, ramah tamah serta bermanis budi, tak bersikap
murah tangan, mencerminkan bahwa kita sadar. Coba rasakan diri kita pribadi,
betapa pedihnya jika dalam keadaan kekurangan, oleh karena itu jangan acuh tak
acuh, hanya sendirilah yang senang, karena jadi fakir miskin itu bukan
kehendaknya sendiri, namun itulah kudra Tuhan (Harun Nasution, dkk, 1991 : 355 -
356).
Konsep
ini dapat diterapkan baik dalam komunikasi edukatif disekolah, dalam rumah
tangga maupun dalam komunikasi sosial bbermasyarakat. Efektivitas dari
komunikasi semacam ini dapat dirasakan sehingga akan memola tindakan- tindakan
positif, memola kesadaran diri, dan memola hubungan yang baik dengan sesama
manusia.
3)
Konsep
Teknologi Informasi dan Komunikasi Pendidikan
Dengan memperhatikan
konsep teknologi informasi dankonsep teknologi pendidikan, maka dapat di pahami
bahwa teknologi informasi dan komunikasi pendidikan adalah studi dan praktek
etis dalam upaya memfasilitas pembelajaran dan meningkatkan kinerja dengan cara
menciptakan, menggunakan/memanfaatkan, mengelola proses dan sumber – sumber
teknologi yang tepat. Juga mengandung makna menyampaikan pesan dari sumber
pesan (guru sebagai komunikator) melalui saluran/media tertentu ke penerima
pesan (peserta didik sebagai komunikate) dalam proses pembelajaran. Tujuan
utamanya untuk memfasilitas pembelajaran agar efekti,efisien,menarik, joyfull dan meningkatkan kinerja.
Teknologi informasi dan
komunikasi pendidikan menjadi salah satu bagian penting ysng perlu di kuasai
oleh setiap guru untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Tidak hanya
penguasaan pada tataran teoretis tetap juga pada tataran praktis. Guru dituntut
mampu meniptakan mengembangkan dan menggunakan, berbagai hasil teknologi dalam
pembelajaran baik berupa teknologi informasi dan komunikasi konvenasional
maupun yang modern seperti internet.
4)
Fungsi
Teknologi Informasi dan Komunikasi Pendidikan
Teknologi inpormasi dan
komunikasi pendidikan berfungsi untuk pengumpulan data, meliputi :
a. Mengumpulkan
rekor aktivitas yang bisa digunakan. Contoh : kehadiran karyawan dan siswa.
b. Pemrosesan
: proses menukar, menganalisis, penghitungan dan pengsintesisan semua bentuk data.
Contoh : Proses Gaji, proses nilai dan sebagainya.
c. Penanmpilan,
yaitu menyusun informasi sebagai teks, suara atau gambar. Contoh : Laporan
prestasi siswa pada ujian – ujian semester.
d. Setoran/Pangkalan
Data, yaitu proses komputer dalam menyimpan data dan informasi untuk digunakan
masa yang akan datang. Contoh : informasi pelajaran.
e. Capaian,
maksudnya proses komputer untuk mencari dan menyalin data yang tersimpan untuk
pemrosesan selanjutnya. Contoh : Bank soal.
f. Pemancaran/penghantaran.
Pemancaran/penghantaran data dan informasi dari pada satu lokasi ke lokasi
lain. Contoh : faks, e – mail.
Manfaat yang dapat
diambil dari penggunaan teknologi informasi, di antaranya adalah sebagai
berikut :
a. Cepat.
Satu nilai yang relative. Komputer bisa melakukan dalam sekedip mata dan lebih
cepat dari pada manusia.
b. Konsisten.
Komputer cakap melakukan pekerjaan yang berulang secara konsisten.
c. Jitu.
Komputer berupaya mengesan perbedaan yang sangat kecil.
d. Kepercayaan.
Dengan kecepatan, konsistenan dan kejituan, maka kita dapat memperkirakan bahwa
keputusan yang dihasilkannya dapat dipercaya dan hasil yang sama bisa diperoleh
berulang kali.
e. Meningkatkan
produktivitas.
f. Mencetuskan
kreativitas.
Selain fungsi dan
manfaat sebagaimana disebutkan di atas, TIK dalam pendidikan berperan antara
lain :
a.
TIK
sebagai Keterampilan (skill) dan
Kompetensi
1) Setiap
pemangku kepentingan harus memiliki kompetensi dan keahlian menggunakan
teknologi informasi dan komunikasi untuk pendidikan.
2) Informasi
merupakan “bahan mentah” dari pengetahuan yang harus diolah melalui proses
pembelajaran.
3) Membagi
pengetahuan antar satu siswa dengan yang lainnya bersifat mutlak dan tidak
berkesudahan.
4) Belajar
mengenai bagaimana cara belajar yang efektif dan efesien bagi pengajar, siswa
dan stakeholder.
5) Belajar
adalah proses seumur hidup yang berlaku bagi setiap individu atau manusia.
b.
TIK
sebagai Infrastruktur Pembelajaran
1) Selain
ini, bahan ajar banyak disimpan dalam format digital dengan model yang beragam
seperti multimedia.
2) Para
siswa – siswa dan instruktur secara aktif bergerak dari satu tempat ke tempat
lainnya.
3) Proses
pembelajaran seharusnya dapat dilakukan dimana dan kapan saja.
4) Perbedaan
letak geografis seharusnya tidak menjadi batasan pembelajaran.
5) “The
network is the school” akan menjadi fenomena baru di dalam dunia pendidikan.
c.
TIK
sebagai Sumber Bahan Belajar
1) Ilmu
pengetahuan berkembang sedemikian cepatnya.
2) Pengajar
– pengajar yang hebat tersebar di berbagai belahan dunia.
3) Buku
- buku, bahan ajar, dan referensi diperbaharui secara kontinu.
4) Inpormasi
memelukan kerja sama pemikiran.
5) Tanpa
teknologi, proses pembelajaran yang’’ up – to – date’’ membutuhkan waktu yang lama.
d.
TIK
sebagai Alat Bantu dan Fasilitas Pembelajaran
1) Penyampaian
pengetahuan seharusnya mempertimbangkan konteks dunia nyatanya.
2) Memberikan
ilustrasi berbagai fenomena ilmu pengetahuan untuk mempercepat penyerapan bahan
ajar.
3) Pelajar
diharapkan melakukan eksplorasi terhadap pengetahuannya secara lebih bebas dan
mandiri.
4) Akuisisi
pengetahuan berasal dari interaksi antar siswa dan pengajar.
5) Rasio
antara pengajar dan siswa proses pemberian fasilitas.
e.
TIK
sebagai Pendukung Manajemen Pembelajaran
1) Setiap
individu memerlukan dukungan pembelajaran tanpa henti setiap harinya.
2) Transaksi
dan interaksi interaktif antar – stakeholder memerlukan pengelolaan back –
office yang kuat.
3) Kualitas
layanan pada pengelolaan administrasi pendidikan seharusnya ditingkatkan secara
bertahap.
4) Orang
merupakan sumber daya yang sangat bernilai sekaligus terbatas dalam institusi.
5) Munculnya
keberadaan sistem pendidikan inter – organisasi.
f.
TIK
sebagai Sistem Pendukung Keputusan
1) Setiap
individu memiliki karakteristik dan bakat masing – masing dalam pembelajaran.
2) Pengajar
seharusnya meningkatkan kompetensi dan keterampilan pada berbagai bidang ilmu.
3) Sumber
daya terbatas, pengelolaan yang efektif seharusnya dilakukan.
4) Institusi
seharusnya tumbuh dari waktu ke waktu dalam hal jangkauan dan kualitas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar