Senin, 27 April 2015

TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI PENDIDIKAN

BAB I
PENGERTIAN TEKNOLOGI INFORMASI & KOMUNIKASI PENDIDIKAN

Istilah teknologi telah digemakan di Inggris sejak awal abad ke – 17. Teknologi diartikan sebagai ilmu yang mempelajari sesuatu yang bermanfaat. Keberadaan teknologi lebih dari sekedar alat atau proses fisik. Teknologi mencakup pula konteks kultural dari alat – alat dan proses – proses, tetapi juga melibatkan pula dalam pegalihannya penyebaran ide – ide dan nilai – nilai pembuatnya. Sebagai contoh, peran teknologi dapat dilihat dalam bidang transportasi mulai dari gerobag sapi hingga pesawat Concord, dalam bidang pendidikan dari kapur tulis hingga layar monitor.
Dalam pengertian yang paling sederhana, teknologi meliputi peralatan perlengkapan untuk hidup, misalnya untuk bidang pendidikan, industri, komunikasi, kesehatan, dan sebagainya. Karena potensi dinamikanya, maka perkembangan teknologi dewasa ini begitu radikal, terutama di bidang teknologi informasi. Seiring waktu, perkembangannya yang radikal mencuatkan pameo; lebih kuat, lebih bersih, lebih ringan, lebih kecil, dan lebih murah yang disertai dengan peningkatan kapasitas dan reliabilitas.
Teknologi informasi adalah seperangkat alat yang membantu bekerja dengan informasi dan melakukan tugas – tugas yang berhubungan dengan pemrosesan informasi (Haag and Keen, 1996). Teknologi informasi adalah teknologi yang menggabungkan komputasi dengan jalur komunikasi berkecepatan tinggi yang membawa data, suara, dan video. Teknologi informasi pada abad ke – 21 ini telah mampu menjembatani jurang Dunia Ketiga dan negara maju di bidang informasi dan keilmuan. Komunitas teknologi informasi negara maju maupun negara berkembang kini bersama – sama memasuki tatanan masyarakat dunia baru. Perkembangan teknologi informasi tidak hanya bersifat radikal, namun juga global. Ibarat pisau bermata dua, teknologi bisa digunakan untuk membunuh, namun juga dapat bermanfaat untuk memudahkan, jika kita menggunakannya secara bijaksana.
Sisi positif teknologi adalah untuk memudahkan akses terhadap informasi dan penyebarluasannya. Pertama, meningkatkan kemampuan masyarakat. Kedua, memberi aspek kemudahan dalam menjalankan kegiatan sehari – hari. Ketiga, diharapkan dapat mengejar kekurangan yang terjadi.
Sejak tahun 1970 – an, kiprah teknologi hampir memengaruhi semua bidang kehidupan, mulai dari ranah industri, perkantoran, sistem komunikasi, transportasi darat, laut dan udara, tata pemerintahan, kesehatan hingga pendidikan. John Naisbitt “seorang futurologi”  menyebut perkembangan teknologi tinggi ini dengan perkembangan multimedia hightech high touch, yang ditandai dengan teknologi digital yang dapat mengubah produk elektronik menjadi media interaktif yang ditandai dengan individualisasi kegiatan. Misalnya, belajar, transaksi bank, pesan tiket konser maupun pesawat, perpustakan digital, belajar jarak jauh (distance learning), dan e – learning. Kini semua itu bisa dilakukan dirumah dan tersedia menurut pilihan dan permintaan pengguna.
Kemudahan yang diperoleh dari teknologi diikuti pula kecenderungan miniaturisasi komponen – komponen elektronika. Hal ini diawali pada invensi transistor pada 1947, yang menggantikan tabung termoionik secara bertahap. Pada tahun 1960, transistor mulai dikelompokan menjadi chip semikonduktor, terbuat dari silikon, digabungkan dengan bagian – bagian lain seperti kapasitor dan resistor dalam satu sirkuit terpadu. Kini, jumlah bagian – bagian yang mampu digabungkan menjadi satu, mencapai 1.000.000 dan terus meningkat dua kali lipat tiap tahun.
Dalam pra teknologi yang kian maju, kini dikenal istilah “generasi nano” atau “nano tecnology”, yaitu teknologi manufaktur yang memproduksi komponen chip berukuran 65 nanometer (nm) dan semikonduktor 45 nm. Satu namometer sama dengan seper – miliar meter atau 1/100.000 diameter rambut manusia. Sulit kita membayangkannya.
Teknologi informasi juga signifikan dalam mempengaruhi cara pandang manusia terhadap sesuatu. Iklan – iklan mencoba menyodorkan citra positif terhadap suatu produk. Politisi membangun citra positif atas diri dan partainya. Demikian pula para pengambil keputusan, menyebarkan informasi untuk mendapatkan dukungan terhadap keputusan yang diambil. Sikap – sikap yang ditumbuhkan oleh teknologi informasi terhadap sesuatu atau seseorang mampu mengubah sikap mental seseorang atau kelompok.
Pesatnya kemajuan Teknologi Informasi dan Komunikasi serta meluasnya perkembangan infrastruktur informasi global telah mengubah pola dan cara kegiatan bisnis, industri, perdagangan, pemerintahan dan pendidikan. Dalam bidang pendidikan terbukti dengan pembelajaran jarak jauh (distance learning) dan e – learning baik secara on – line maupun off – line. Penggunaan teknologi tersebut untuk mewujudkan pendidikan yang mampu memberi fasilitas kebutuhan pengetahuan dan keterampilan masyarakat sehingga menjadi lebih berkualitas tanpa batasan dimensi ruang dan waktu.
Pada sisi lain, saat ini kita sedang memasuki masa perubahan/paradigma dari metode dan sistem manajemen serta miniatur konvensional/menuju sistem modern, yang semuanya berbasis teknologi informasi. Adapun geseran paradigma ini nantinya akan dapat meningkatkan mutu pendidikan, dengan gambaran sebagai berikut :
1.      Pola interaksi yang tidak lagi mengenal jarak, ruang, dan waktu.
2.      Perubahan dari pendidikan terpusat menjadi tersebar fleksibelitas dalama jarak, ruang dan waktu.
3.      Bahan ajar yang disajikan dalam multimedia dengan suara dan gambar yang dinamis, tidak membosankan serta padat informasi.
4.      “Self – pace learning” artinya kecepatan belajar ditentukan oleh diri sendiri bukan oleh kemampuan yang diseragamkan dalam kelas. 
5.      “Self – motivated learning” artinya memacu kemampuan belajar mandiri. Perubahan dari “Teacher Centric” (guru sebagai pusat pembelajaran) menjadi “Learner Centric” (murid sebagai pusat pembelajaran).
6.      Perubahan dari “Entry Barrier” (seleksi ketat) menjadi “Output Quality Standard” (lulusan berkualitas standard) artinya bukan masuknya yang dipersulit tapi lulusannya yang harus memenuhi standard kualitas, sedang lamanya belajar tergantung motivasi, kecerdasan, dan usaha masing – masing siswa.
7.      Interaksi antara pengajar dan siswa dilakukan tidak hanya dengan tatap muka, tetapi  juga melalui fasilitas interaksi elektronik sehingga meningkatkan kemampuan baca tulis.
Teknologi pembelajaran tumbuh dari praktek pendidikan dan gerakan komunikasi audio visual. Teknologi pembelajaran semula dilihat sebagai teknologi peralatan, yang berkaitan dengan penggunaan peralatan, media dan sarana untuk mencapai tujuan pendidikan atau dengan kata lain mengajar dengan alat bantu audio – visual. Teknologi pembelajaran merupakan gabungan dari tiga aliran yang saling berkepentingan, yaitu media dalam pendidikan, psikologi pembelajaran dan pendekatan sistem dalam pendidikan.
Adalah Edgar Dale dan James Finn merupakan dua tokoh yang berjasa dalam pengembangan teknologi pembelajaran modern. Edgar Dale mengemukakan tentang kerucut pengalaman (Cone of Experience) sebagaimana tampak dalam gambar 1 berikut ini :
Gambar 1. Kerucut Pengalaman Dale
Gambar tersebut dapat kita lihat rentangan tingkat pengalaman dari yang bersifat langsung hingga ke pengalaman melalui simbol – simbol komunikasi, yang merentang dari yang bersifat konkret ke abstrak, dan tentunya memberikan implikasi tertentu terhadap pemilihan metode dan bahan pembelajaran, khususnya dalam pengembangan Teknologi Pembelajaran.
Pemikiran Edgar Dale tentang Kerucut Pengalaman (Cone of Experience) ini merupakan upaya awal untuk memberikan alasan atau dasar tentang keterkaitan antara teori belajar dengan komunikasi audio – visual. Kerucut Pengalaman Dale telah menyatukan teori pendidikan John Dewey (salah satu tokoh aliran Progresivisme) dengan gagasan – gagasan dalam bidang psikologi yang tengah populer pada masa itu.
Sedangkan, James Finn berjasa dalam mengusulkan bidang komunikasi audio – visual menjadi Teknologi Pembelajaran yang kemudian berkembang hingga saat ini menjadi suatu profesi tersendiri, dengan didukung oleh penelitian, teori dan teknik tersendiri. Gagasan Finn mengenai terintegrasinya sistem dan proses mampu mencakup dan memperluas gagasan Edgar Dale tentang keterkaitan antara bahan dengan proses pembelajaran.
Pendidikan tidak berjalan dalam ruang hampa. Maksudnya terdapat saling pengaruh antara pendidikan dengan perkembangan sosial – budaya, termasuk ilmu pengetahuan dan teknologi yang terjadi di lingkungannya. Sistem pendidikan dipengaruhi oleh perubahan yang terjadi di masyarakat, sebaliknya pendidikan juga mempengaruhi dan bahkan diharapkan dapat mengarahkan perubahan yang terjadi kearah yang positif.
Salah satu perubahan besar yang terjadi dalam beberapa dasawarsa terakhir ini, adalah kemajuan teknologi informasi dan komunikasi (TIK), yang didukung oleh penggunaan komputer. Dengan kemajuan TIK, maka terjadilah era globalisasi yang merambah aspek sosial budaya, politik, ekonomi, termasuk pendidikan. Masuknya TIK dalam berbagai bidang telah mengubah pola – pola komunikasi dan distribusi informasi tanpa batas wilayah, negara atau waktu.
Guru dan siswa dalam proses pembelajaran dapat memanfaatkan teknologi untuk pencarian informasi atau bahan pelajaran melalui internet, mendekatkan jarak ruang dan waktu dalam interaksi guru – murid dengan distance learning. Dari proses tersebut terjadi efisiensi pembelajaran serta penyimpanan berbagai data dan informasi yang diperlukan. Pemanfaatan TIK dalam pembelajaran tentu tergantung pada kemampuan dan kreativitas guru dalam mengoprasikan, ketersedian sarana prasarana berbasis teknologi dan dukungan manajerial. Tulisan ini dimaksudkan untuk membekali calon guru memanfaatkan TIK dalam pembelajaran.
1.      Pengertian Teknologi Informasi dan Komunikasi Pendidikan
Pandangan umum tentang teknologi sangat mempengaruhi pengertian teknologi informasi dan komunikasi pendidikan. Awal dari kebutuhan teknologi untuk dunia pendidikan karena pengaruh produk teknologi yang makin banyak diminati masyarakat. Teknologi informasi tidak hanya terbatas pada teknologi komputer yang digunakan untuk memproses dan menyimpan informasi, tetapi juga mencakup teknologi komunikasi untuk mengirim informasi (Martin, 1999).
1)      Konsep Teknologi Informasi Pendidikan
Istilah teknologi berasal dari kata “textere” (bahasa Latin) yang artinya  “ to weave or construct ” , menenun atau membangun. Menurut Saettler bahwa teknologi tidak selamanya harus menggunakan mesin, akan tetapi merujuk pada setiap kegiatan praktis yang menggunakan ilmu atau pengetahuan tertentu. Bahkan di sebutkan bahwa teknologi itu merupakan usaha untuk memecahkan masalah manusia ( Salisbury, 2002 ). Dalam kaitannya dengan hal tersebut, Romiszowski ( 1981 : 11 ) menyebutkan bahwa teknologi itu berkaitan dengan produk dan proses. Sedangkan Rogers ( 1986 : 1 ) mempunyai pandangan bahwa teknologi biasanya menyangkut aspek perangkat keras ( terdiri dari material atau objek fisik ),dan aspek perangkat lunak ( terdiri dari informasi yang terkandung dalam perangkat keras ). Didasarkan atas pemahaman – pemahaman tersebut Salisbury ( 2002 : 7 ) mengungkapkan bahwa teknologi adalah penerapan ilmu atau pengetahuan yang terorganisir secara sistimatis untuk penyelesaian tugas – tugas secara praktis.  
Penggunaan istilah teknologi dalam pendidikan tidak terlepas dari kajian Finn (1960) pada seminar tentang peran teknologi dalam masyarakat dengan judul makalahnya “Teknology and the Instructional Process”. Melalui makalahnya dikaji hubungan antara teknologi dengan pendidikan. Argumen utama yang disampaikannya didasarkan atas gejala pemanfaatan teknologi dalam kehidupan masyarakat yang memiliki kemiripan dengan kondisi yang terdapat dalam pendidikan. Oleh karena itu, penggunaan istilah teknologi yang digandengkan dengan pendidikan merupakan suatu hal yang tepat dan wajar.
Lumsdaine (1964) dalam Romiszoswki (1981 : 12) menyebutkan bahwa penggunaan istilah teknologi pada pendidikan memiliki keterkaitan dengan konsep produk dan proses. Konsep produk berkaitan dengan perangkat keras atau hasil – hasil produksi yang dimanfaatkan dalam proses pengajaran. Pada tahapan yang sederhana jenis teknologi yang digunakan adalah papan tulis, bagan, obyek nyata, dan model – model yang sederhana. Pada tahapan teknologi menengah digunakannya OHP, slide, film proyeksi, peralatan elektronik yang sederhana untuk pengajaran, dan peralatan proyeksi (LCD). Sedangkan tahapan teknologi yang tinggi berkaitan dengan penggunaan paket – paket yang kompleks seperti belajar jarak jauh yang menggunakan radio, televisi, modul, computer assisted instruction, serta pengajaran atau stimulasi yang kompleks, dan sistem informasi dial – access melalui telepon dan lain sebagainya. Penggunaan perangkat keras ini sejalan dengan perkembangan produk industri dan perkembangan masyarakat, seperti e – learning yang memanfaatkan jaringan internet untuk kegiatan pembelajaran. Konsep proses atau perangkat lunak, dipusatkan pada pengembangan substansi pengalaman belajar yang disusun dan diorganisir dengan menerapkan pendekatan ilmu untuk kepentingan penyelenggaraan program pembelajaran. Pengembangan pengalaman belajar ini diusahakan secara sistemik dan sistematis dengan memanfaatkan berbagai sumber belajar. Konsep proses dan konsep produk pada hakekatnya tidak dapat dipisahkan karena keduanya bersama – sama dimanfaatkan untuk kepentingan pemberian pengalaman belajar yang optimal kepada siswa.
Pengembangan program belajar diawali dengan analisis tngkah laku (tingkah laku yang perlu dipelajari dan keadaan tingkah laku belajar siswa) yang perlu dikuasai siswa dalam proses belajar dan pelahiran tingkah laku setelah mengikuti kegiatan pembelajaran. Tahapan analisis tingkah laku tersebut memanfatkan penggunaan ilmu atau sejumlah pengetahuan untuk mengungkap kemampuan yang harus dimiliki calon siswa, di samping kemampuan yang harus digunakannya untuk memperoleh kemampuan hasil belajar. Romiszwoski (1986 : 15 - 17) memasukkan kegiatan tersebut ke dalam istilah “behavioral technology”. Selanjutnya, kemampuan – kemampuan hasil analisis dikembangkan ke dalam pengembangan program pembelajaran yang terpilih, atau tahapan “Instructional technology”.
Konsep dan prinsip teknologi pembelajaran kemudian diperkaya oleh ahli – ahli bidang Psikologi, seperti Bruner  (1966), dan Gagne (1974), ahli Cybernetic seperti Landa (1976), dan Pask (1976), serta praktisi seperti Gilbert (1969), dan Horn (1969), serta lembaga – lembaga pendidikan yang memiliki ketertarikan atas pengembangan program pembelajaran. Walaupun teknologi pembelajaran termasuk masih prematur, akan tetapi usaha pengembangannya terus dilakukan secara kreatif dan teliti sehingga mampu memecahkan permasalahan yang muncul dalam pembelajaran, sampai kepada hal – hal mikro dalam tahapan tingkah laku belajar siswa.
Pembelajaran pada hakekatnya mempersiapkan siswa untuk dapat menampilkan tingkah laku hasil belajar dalam kondisi yang nyata atau untuk memecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidupannya. Untuk itu, pengembang program pembelajaran selalu menggunakan teknik analisis kebutuhan belajar untuk memperoleh informasi mengenai kemampuan yang diperlukan siswa. Bahkan setelah siswa menyelesaikan kegiatan belajar selalu dilakukan analisis umpan balik untuk melihat kesesuaian hasil belajar dengan kebutuhan belajar. Harless menyebutnya dengan “front – end analysis”, sedangkan Mager dan Pape (1970) menyebutnya “performance problem analysis”. Dan Romiszwoski (1986) mengistilahkan kegiatan tersebut sebagai “performance technology”.
Secara konsep dan praktek program pembelajaran memerlukan perhatian semua pihak  yang memiliki keterkaitan termasuk kajian disiplin ilmu, dan tidak bisa hanya dipercayakan sepenuhnya kepada pihak pengajar saja. Hal ini diakibatkan oleh kompleksnya human learning. Belajar berkaitan dengan perkembangan psikologis siswa, pengalaman yang perlu diperoleh, kemampuan yang harus dipelajari, cara atau teknik belajar, lingkungan yang perlu menciptakan kondisi yang kondusif, sarana dan fasilitas yang mendukung, dan berbagai faktor eksternal lainnya. Untuk itu, Malcolm Warren mengungkapkan bahwa diperlukan teknologi untuk mengelola secara efektif pengorganisasian berbagai sumber manusiawi. Romiszowski (1986) menyebutnya dengan “Human resources management technology”. Penanganan berbagai pihak yang diperlukan dan memiliki perhatian terhadap pengembangan program belajar dan penyelenggaraan kegiatan pembelajaran memerlukan satu teknik tertentu yang dapat mengkoordinir dan mengakomodasikannya sesuai dengan potensi dan keahlian masing – masing.
Keterkaitan keseluruhan teknologi yang diperlukan untuk menangani masalah belajar manusia tersebut diuraikan sebagai berikut : dimulai dari teknologi yang berkaitan dengan cara penguasaan kemampuan oleh siswa atau disebut dengan “behavioral technology”, kemudian teknologi yang diperlukan dalam disain, pengembangan, dan pemanfaatan program pembelajaran yang disebut dengan “instructional technology”, teknologi yang berkaitan dengan mencocokkan kebutuhan belajar dengan penampilan siswa dalam konteks tertentu disebut dengan “performance technology”, dan keseluruhan teknologi tersebut dibungkus melalui teknologi untuk mengelola berbagai sumber yang diperlukan untuk kepentingan disain, pengembangan dan penyelenggaraan program belajar yang disebut dengan “human resources management technology”.
Untuk lebih mengenal pengertian teknologi pendidikan pada bagian ini diuraikan beberapa pendapat para ahli.
a.       Konsep Teknologi menurut Finn (1960)
Finn, sebagaimana dikutip oleh Gentry menyatakan, “selain diartikan sebagai mesin, teknologi bisa mencakup proses, sistem, manajemen dan mekanisme pantauan; baik manusia itu sendiri atau bukan. Secara luas, teknologi merupakan cara pandang terhadap masalah berikut lingkupnya, tingkat kesukaran, studi kelayakan, serta cara mengatasi masalah secara teknis dan ekonomis”.
Dalam hal yang sama, ia mengutip pula Konsep Simon (1983) yang berbunyi, “teknologi sebagai disiplin rasional, untuk meyakinkan manusia akan keahliannya menghadapi alam fisik atau lingkungan melalui penerapan hukum atau aturan ilmiah yang telah ditentukan.”
b.      Konsep Teknologi menurut Saettler
Saettler berpendapat bahwa teknologi asal katanya – techne, bahasa Yunani, dengan makna seni, kerajinan tangan, atau keahlian. Kemudian ia menerangkan bahwa teknologi bagi bangsa Yunani kuno diakui sebagai suatu kegiatan khusus, dan sebagai pengetahuan. Pendapat Saettler ini mengacu pada konsep Mitcham. Ia mencantumkan uraian Aristoteles tentang techne sebagai penerapan (ilmu) pengetahuan sistematis agar menghasilkan kegiatan (manusia) yang baik.
c.       Konsep Teknologi menurut Heinich, et al.
Pendapat Heinich, Molenda, dan Russell, 1993 memperkuat asumsi sebelumnya. Menurut mereka, “teknologi merupakan penerapan pengetahuan yang ilmiah dan tertata..... teknologi sebagai suatu proses atau cara berfikir bukan hanya produk seperti komputer, satelit dan sebagainya.” Ketiga pakar ini membedakan antara teknoloi/perangkat lunak atau soft technology dengan teknologi/perangkat keras atau hard technology. Selain itu, mereka menyatakan “teknologi sebagai suatu pengetahuan diterapkan oleh manusia untuk mengatasi masalah dan melaksanakan tugas dengan cara sistematis dan ilmiah”.
Dari seluruh definisi tadi hanya definisi dari Finn saja yang menyinggung arti teknologi sebagai penggunaan mesin atau perangkat keras. Para pakar tadi berkesimpulan bahwa :
1)      Teknologi terkait dengan sifat rasional dan ilmah
2)      Teknologi menunjuk suatu keahlian, baik itu seni atau kerajinan tangan
3)      Teknologi dapat diterjemahkan sebagai teknik atau cara pelaksanaan suatu kegiatan, atau sebagai suatu proses
4)      Teknologi mengacu pada penggunaan mesin – mesin dan perangkat keras.
Pada halaman 19 – 20 dari buku tentang “Educational Technology, mereka mengutip definisi Council for Educational Technoloy for the UK,” yang menjabarkan teknologi pendidikan sebagai pengembangan, penerapan dan evaluasi atas sistem, teknik, serta alat bantu untuk meningkatkan proses belajar (manusia).
Selain definisi ini, mereka juga mencantumkan definisi yang berasal dari National Centre for Programmed Learning, UK. Definisi tersebut berbunyi antara lain “teknologi pendidikan adalah penerapan pengetahuan ilmiah mengenai belajar dan kondisi belajar untuk meningkatkan keefektifan dan efesiensi pengajaran dan pelatihan. Jika tidak ada temuan atau prinsip ilmiah, maka teknologi pendidikan menggunakan teknik teruji secara empirik untuk meningkatkan proses belajar”. Mereka berpendapat pola penerapan teknologi pendidikan terjadi berupa proses berulang dan pendekata sistem sebagai alur berfikir dalam merancang situasi pembelajaran dan memanfaatkan metode atau teknik apa saja yang dianggap sesuai untuk pencapaian tujuan belajar. Pendekatan sistem diharapkan agar dapat diselaraskan dengan rancangan materi dan luwes terhadap perkembangan terbaru proses belajar serta kemajuan di bidang pendekatan pembelajaran berikut metodenya.
Association for Educational Communications and Technology atau AECT (Amerika Serikat), Organisasi profesi teknologi pendidikan tertua ini berulang kali merumuskan batasan yang memadai mengenai teknologi pendidikan. Beberapa definisi yang dianggap kokoh dan permanen diantaranya adalah definisi yang diluncurkan oleh Komisi khusus AECT tahun 1977 dan definisi yang diluncurkan oleh Seels & Richey tahun 1994 dan masih disponsori oleh organisasi profesi ini.
d.      Definisi Association for Educational Communications Technology (AECT)
Pada tahun 1963  AECT mendefinisikan bahwa : “Komunikasi audio – visual adalah cabang dari teori dan praktek pendidikan yang terutama berkepentingan dengan mendesain, dan menggunakan pesan guna mengendalikan proses belajar, mencakup kegiatan : (a) mempelajari kelemahan dan kelebhan suatu pesan dalam proses belajar; (b) penstrukturan dan sistematisasi oleh orang maupun instrumen dalam lingkungan pendidikan, meliputi : perencanaan produksi, pemilihan, manajemen dan pemanfaatan dari komponen maupun keseluruhan sistem pembelajaran. Tujuan praktisnya adalah pemanfaatan tiap metode dan medium komunikasi secara efektif untuk membantu pengembangan potensi pembelajar secara maksimal.”
Meskipun masih menggunakan istilah komunikasi audio – visual, definisi di atas telah menghasilkan kerangka dasar bagi pengembangan Teknologi Pembelajaran serta dapat mendorong terjadinya peningkatan pembelajaran.
Pada tahun 1972, berupaya merevisi definisi yang sudah ada, dengan memberikan rumusan sebagai berikut ”teknologi pendidikan adalah suatu bidang yang berkepentingan dengan memfasilitasi belajar pada manusia melalui usaha sistematik dalam : identifikasi, perkembangan pengorganisasian dan pemanfaatan berbagai macam sumber belajar serta dengan pengelolaan atas keseluruhan proses tersebut”.
Definisi ini didasari semangat untuk menetapkan komunikasi audio – visual sebagai suatu bidang studi. Ketentuan ini mengembangkan gagasan bahwa teknologi pendidikan merupakan suatu profesi.
Tahun 1977 AECT kembali memperbaharui rumusan teknologi pendidikan dengan redaksi sebagai berikut : “Teknologi pendidikan adalah prose kompleks yang terintegrasi meliputi orang, prosedur, gagasan, sarana, dan organisasi untuk menganalis masalah, merancang, melaksanakan, menilai dan mengelola pemecahan masalah dalam segala aspek belajar pada manusia. Dalam rumusan tersebut berusaha mengidentifikasi teknologi pembelajaran sebagai suatu teori, bidang dan profesi. Definisi sebelumnya, kecuali pada tahun 1963, tidak menekankan teknologi pendidikan sebagai suatu teori.”
Pada rumusan ini membedakan dua rumusan teknologi pendidikan dengan teknologi instruksional. Teknologi pendidikan sebagai proses yang terpadu, melibatkan orang, prosedur, gagasan, peralatan dan organisasi untuk menganalisis dan mengolah masalah, kemudian menggunakan, mengevaluasi, dan mengelola seluruh upaya pemecahan masalahnya yang termasuk aspek belajar (manusia)”. Sedangkan Teknologi instruksional merupakan bagian dari teknologi pendidikan. Rumusan tersebut mengabdalkan teknologi pendidikan sebagai suatu proses kegiatan berkesinambungan dan merinci kegiatan yang harus dilaksanakan oleh para praktisinya.
Konsep teknologi instruksional berkaitan dengan lingkup yang lebih sempit. Dengan asumsi ini, maka teknologi instruksional dianggap lebih tepat dalam menjabarkan peran teknologi pendidikan dan teknologi insruksional dianggap mencakup jenjang pendidikan dari TK sampai dengan SMU, bahkan perguruan tinggi dan termasuk didalamnya situasi belajar pada program pelatihan.
Beberapa pihak masih mempertahankan nama teknologi pendidikan. Mereka tetap beranggapan bahwa teknologi instruksional sebagai bagian dari teknologi pendidikan. Istilah teknologi pendidikan digunakan agar bidang garapan menjadi lebih luas. Pendidikan sebenarnya bisa diterjemahkan sebagai upaya penyelenggaraan kegiatan belajar di berbagai lingkungan, termasuk di rumah, sekolah, di kantor, atau dimana saja selama masih memungkinkan terjadi. Instruksional bisa dikonotasikan hanya proses belajar di lingkungan sekolah.
Michael Molenda (1989) mencoba merumuskan teknologi instruksional sebagai “seni sekaligus ilmu (pengetahuan) mengenai kegiatan merancang, memproduksi dan melaksanakannya dengan cara ekonomis namun anggun/canggih, pemecahan masalah instruksional dalam bentuk media cetak atau media pandang – dengar, kuliah, atau keseluruhan sistem instruksional yang mengatur dan mempersiapkan proses belajar dengan efisien dan efektif. Molenda menekankan perpaduan antara unsur seni sekaligus ilmiah dalam menyelenggarakan proses belajar dengan cara berhemat tetapi tidak mengesampingkan mutu hasil belajar.”
Bagi Gagne, “teknologi instruksional menyangkut teknik praktis dari penyampaian instruksional yang melibatkan penggunaan media. Tujuan utama bidang teknologi instruksional adalah meningkatkan dan memperkenalkan penerapan pengetahuan tadi dan memvalidasikan prosedur dalam rancangan dan penyampaian instruksional. Gagne menginginkan upaya pengolahan materi belajar menjadi prioritas agar interaksi belajar terjadi. Interaksi belajar timbul karena pelajar sedang menyerap materi dan menginterpretasikannya – menulis kembali satu alinea atau mengingat rumus – bisa pula terjadi antara pelajar dengan orang lain, misalnya guru, temannya atau narasumber lain.”
Tahun 1994 AECT menekankan teknologi pembelajaran dengan redaksi sebagai berikut : “Teknologi Pembelajaran adalah teori dan praktek dalam desain, pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan, serta evaluasi tentang proses dan sumber untuk belajar.” Meski dirumuskan dalam kalimat yang lebih sederhana, definisi ini sesungguhnya mengandung makna yang dalam. Definisi ini berupaya semakin memperkokoh teknologi pembelajaran sebagai suatu bidang dan profesi, yang tentunya perlu didukung oleh landasan teori dan praktek yang kokoh. Definisi ini juga berusaha menyempurnakan wilayah atau kawasan bidang kegiatan dari teknologi pembelajaran. Di samping itu, definisi ini berusaha menekankan pentingnya proses dan produk.
Gary J Anglin (1995) mengamati struktur dan prosedur kerja seluruh komponen yang teruji dan rapi ternyata lebih penting. Ia mengatakan, “teknologi instruksional adalah penerapan sistematik dan sistematis dari strategi – strategi dan teknik – teknik yang berasal dari ilmu perilaku serta ilmu lain untuk mengatasi masalah instruksional”.
Pernyataannya menegaskan bahwa konsep teknologi instruksional menerapkan atau “meminjam” bidang lain dalam menciptakan proses belajar kondusif.
Tjeerd Plomp & Donald P Ely memberikan definisi yang berbeda. Dengan merujuk pada konsep Finn, mereka mengungkapkan dua aspek pokok dalam teknologi instruksional. Kedua aspek tersebut yakni : Teknologi instruksional mengacu pada proses belajar dan pengembangan produk merupakan materi belajar yang telah diuji dan direvisi secara sistematis.
Dengan mengkaji dan mencermati berbagai rumusan teknologi pendidikan sekaligus teknologi instruksional, unsur – unsur termasuk bidang ini yaitu proses belajar; penciptaan kondisi belajar yang teruji; penyediaan produk belajar dan sistem penyampaiannya; penyediaan sumber – sumber belajar lainnya. Istilah sehubungan dengan teknologi pendidikan :
1)      Teknologi dalam pendidikan : produk teknologi yang dimanfaatkan oleh dunia pendidikan, misalnya video dapat dimanfaatkan bukan hanya untuk hiburan di rumah, tetapi dapat pula dimanfaaatkan untuk proses belajar.
2)      Berbagai produk teknologi lain yang dimanfaatkan untuk kepentingan belajar termasuk dalam penerapan teknologi pendidikan.
Tom Cutchall (1999) menyatakan : Instructional technology is the research in and application of behavioral science and learning theories and the use of a systems approach to analyze, design, develop, implement, evaluate and manage the use of technology to assist in the solving of learning or performance problems. (source : ). Definisi menurut Cutchall ini sama seperti definisi AECT 1994. Dia menekankan bahwa teknologi pembelajaran merupakan penelitian dan aplikasi ilmu perilaku dan teori belajar dengan menggunakan pendekatan sistem untuk melakukan analisis, desain, pengembangan, implementasi, evaluasi dan pengelolaan penggunaan teknologi untuk membantu memecahkan masalah belajar dan kinerja. Tujuan utamanya adalah pemanfaatan teknologi (soft – technology maupun hard - technology) untuk membantu memecahkan masalah belajar dan kinerja manusia.
AECT (2004) : Educational technology is the study and ethical practice of facilitating learning and improving performance by creating, using, and managing appropriate technological processes and resources. Ini adalah definisi terbaru yang menyatakan bahwa teknologi pendidikan adalah studi dan praktek etis dalam upaya memfasilitasi pembelajaran dan meningkatkan kinerja dengan cara menciptakan, menggunakan/memanfaatkan, dan mengelola proses dan sumber – sumber teknologi yang tepat. Jelas, tujuan utamanya masih tetap untuk memfasilitasi pembelajaran (agar efektif, efisien dan menarik/joyfull) dan meningkatkan kinerja.
e.       Definisi Teknologi pendidikan menurut Commisssion on Instruction Technology (CIT)1970
Dalam pandangan CIT, teknologi pembelajaran diartikan sebagai media yang lahir sebagai akibat revolusi komunikasi yang dapat digunakan untuk keperluan pembelajaran di samping guru, buku teks, dan papan tulis dan seluruh bagian yang membentuk teknologi pembelajaran adalah televisi, film, OHP, komputer dan bagian perangkat keras maupun lunak lainnya. Mereka merumuskan bahwa teknologi pembelajaran adalah : usaha sistematik dalam merancang, melaksanakan, dan mengevaluasi keseluruhan proses belajar untuk suatu tujuan khusus, serta didasarkan pada penelitian tentang proses belajar dan komunikasi pada manusia yang menggunakan kombinasi sumber belajar dan manusia agar dapat berlangsung efektif.
Dengan mencantumkan istilah tujuan khusus, tampaknya rumusan tersebut berusaha mengakomodir pengaruh pemikiran B. F. Skinner (salah seorang tokoh Psikologi Behaviorisme) dalam teknologi pembelajaran. Begitu juga, rumusan tersebut memandang pentingnya penelitian tentang metode dan teknik yang digunakan untuk mencapai tujuan khusus.
f.       Definisi Silber 1970
Definisi teknologi pembelajaran yang dikemukakan oleh Kenneth Silber menyebutkan istilah pengembangan. Pada definisi sebelumnya yang dimaksud dengan pengembangan lebih diartikan pada pengembangan potensi manusia. Dalam definisi Silber, penggunaan istilah pengembangan memuat dua pengertian, di samping berkaitan dengan pengembangan potensi manusia juga diartikan sebagai pengembangan dari teknologi pembelajaran itu sendiri, yang mencakup : perancangan, produksi, penggunaan dan penilaian teknologi untuk pembelajaran. Menurutnya “Teknologi Pembelajaran adalah pengembangan (riset, desain, produksi, evaluasi, dukungan pasokan, pemanfaaatan) komponen sistem pembelajaran (pesan, orang, bahan, peralatan, teknik dan latar) serta pengelolaan usaha pengembangan (organisasi dan personal) secara sistematik, dengan tujuan untuk memecahkan masalah belajar”.
g.      Definisi Mac Kenzie dan Eraut 1971
“Teknologi Pendidikan merupakan studi sistematik mengenai cara bagaimana tujuan pendidikan dapat dicapai.” Definisi sebelumnya meliputi istilah, “mesin”, “istrumen” atau “media”, sedangkan dalam definisi Mac Kenzie dan Eraut ini tidak menyebutkan perangkat lunak maupun perangkat keras, tetapi lebih berorientasi pada proses.
h.      Definisi Vaza
Menurut Vaza (2007 : 7) teknologi adalah sebuah proses yang dilaksanakan dalam upaya mewujudkan sesuatu secara rasional. Vaza menekankan kata rasional dalam pengertian teknologi tersebut. Hal ini untuk membedakan dengan perwujudan sesuatu yang diperoleh secara intuitif, seperti karya seni. Menurut Vaza, teknologi terkait dengan jawaban terhadap pertanyaan “HOW”, sedangkan sains terkait dengan jawaban “WHY”.
Teknologi modern didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan yang ditransformasikan ke dalam produk, proses, jasa dan struktur organisasi. Penciptakan teknologi oleh manusia dengan menggunakan budi daya akalnya. Manusia harus memanfaatkan akal pikirannya dalam merekayasa teknologi berdasarkan nalarnya lalu membuatnya menjadi suatu produk yang konkrit. Dengan pengertian lain bahwa teknologi adalah usaha manusia untuk memanfatkan ilmu pengetahuan untuk kepentingan dan kesejahteraan.
Pengertian teknologi dapat dipahami dari berbagai definisi yang didasarkan pada berbagai pendekatan. Salah satu pendekatan ialah mendefinisikan teknologi sebagai suatu produk. Dalam pendekatan teknologi sebagai suatu produk, teknologi antara lain didefinisikan sebagai pengembangan dan aplikasi dari alat, mesin, material, dan proses yang menolong manusia menyelesaikan masalahnya. Sejalan dengan definisi tersebut, beberapa pakar mendefinisikan teknologi sebagai sekumpulan pengetahuan ilmiah, mesin perkakas, dan kemampuan organisasi produksi yang dikelola secara sistematis dan efektif.
Kata teknologi sering dipahami sebagai sesuatu yang berupa mesin atau hal – hal yang berkaitan dengan permesinan, namun sesungguhnya teknologi pendidikan memiliki makna yang lebih luas, karena teknologi pendidikan merupakan perpaduan dari unsur manusia, mesin, ide, prosedur, dan pengelolaannya (Hoba, 1997). Lebih lanjut pengertian teknologi didefinisikan sebagai penerapan dari ilmu atau pengetahuan lain yang terorganisir ke dalam tugas – tugas praktis (Galbraith, 1977).
Keberadaan teknologi harus dimaknai sebagai upaya untuk meningkatkan efektivitas dan efesiensi. Teknologi juga tidak dapat dipisahkan dari masalah, sebab teknologi lahir dan dikembangkan untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi oleh manusia.
Teknologi pendidikan bisa dipandang sebagai suatu produk dan proses. Sebagai suatu produk, teknologi pendidikan mudah dipahami karena sifatnya lebih konkrit seperti radio, televisi, proyektor, OHP, dan sebagainya. Sebagai sebuah proses, teknologi pendidikan bersifat abstrak. Dalam hal ini teknologi pendidikan bisa dipahami sebagai suatu proses yang kompleks dan terpadu yang melibatkan orang, prosedur, ide, peralatan, dan organisasi untuk menganalisis masalah, mencari jalan untuk mengatasi permasalahan, melaksanakan, menilai, dan mengelola pemecahan masalah tersebut yang menyangkut semua aspek belajar manusia. Sejalan dengan hal tersebut, maka lahirlah teknologi pendidikan dari adanya permasalahan dalam pendidikan.
Teknologi dalam pembelajaran diartikan sebagai mekanisme untuk mendistribusikan pesan, termasuk sistem pos, siaran radio dan televisi, telepon, satelit dan jaringan komputer.bertanya, kalau begitu apa yang di sebut media ? Pengertian media dalam materi diklat ini diambil dari CISAER (2003). CISAER mendefinisikan media dalam pembelajaran sebagai pesan yang didistribusikan melalui teknologi, terutama dalam teks bahan ajar cetak dan dalam jaringan komputer, bunyi dalam audio-tape dan siaran radio, serta teks, suara dan/atau gambar pada telekonferensi.
Penggunaan teknologi dalam pembelajaran mengarah pada penggunaan internet atau jaringan komputer. Petherbridge dan Chapmen (2007) melaporkan bahwa teknologi internet yang digunakan dalam pembelajaran tumbuh dari 4.000 satuan kredit semester pada tahun 2000 menjadi lebih dari 19.000 satuan kredit semester pada tahun 2005. Sedangkan penggunaan teknologi lainnya dalam pembelajaran, seperti siaran TV dan radio, DVD, video, relatif tetap setiap tahunnya. Hal ini terjadi karena teknologi internet mampu menyampaikan pesan secara mutimedia, baik teks, suara, gambar diam, mampu gambar bergerak. Selain itu, teknologi internet memungkinkan penyampaian pesan secara langsung (synchronous) seperti siaran TV atau radio atau penyampaian pesan secara tidak langsung (asynchronous) seperti vidio, kaset, dan buku. Dengan fleksibilitas yang dimiliki teknologi internet, tidak mengherankan bila perkembangan penggunaan teknologi dalam pembelajaran mengarah pada penggunaan internet. Pada umumnya yang di maksud dengan teknologi informasi dan komunikasi dalam pembelajaran ialah penggunaan internet untuk pembelajaran. Oleh karena itu, dalam paparan ini akan lebih banyak di bahas mengenai penggunaan internet untuk pembelajaraan.
 Keberhasilan pembelajaraan yang di lakukan dalam satu kegiatan pendidikan adalah bagaimana siswa dapat belajar dangan cara mengidentifikasi, mengembangkan, mengorganisasi, serta menggunakan segala macam sumber belajar. Upaya pemecahan masalah dalam pendekatan teknologi pendidikan adalah dengan mendayagunakan sumber belajar. Hal ini sesuai dengan pengubahan istilah dari teknologi pendidikan menjadi teknologi pembelajaran. Dalam definisi teknologi pembelajaran dinyatakan bahwa teknologi pendidikan adalah teori dan praktik dalam hal rancangan, pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan, dan evaluasi terhadap sumberdan proses untuk belajar. (Barbara, 1994).
Teknologi dalam pembelajaran telah mengubah wajah pembelajaran yang berbeda denagn proses pembelajaraan tradisional yang di tandai dengan interaksi tatap muka antara guru dan siswa baik di kelas maupun di luar kelas sehingga teknologi dalam pembelajaraan di artikan sebagai media untuk mendistribusikan pesan, termasuk sistem pos, siaran radio, televisi, telepon, satelit dan jaringan komputer. Dengan demikian teknologi yang secara langsung releven dengan pembelajaraan adalah di sesuaikan dengan makna pembelajaran itu sendiri. Ase Suherlan balik, baik di antara guru dengan siswa maupun siswa dengan siswa dan lingkungan belajar dalam upaya pencapayan tujuan pembelajaran. Dari makna pembelajaran di atas terdafat makna inti bahwa pembeljaran harus mengandung unsur komunikasi dan inpormasi.
Berdasarkan definisi – definisi diatas dapat disimpulkan bahwa :
a.       Teknologi pembelajaran / teknologi pendidikan adalah suatu disiplin/bidang (field of study).
b.      Istilah teknologi pembelajaran dipakai bergantian dengan istilah teknologi pendidikan.
c.       Tujuan utama teknologi pembelajaran adalah (1) untuk memecahkan masalah belajar atau memfasilitasi pembelajaran; dan (2) untuk meningkatkan kinerja;
d.      Dalam mewujudkan tersebut menggunakan pendekatan sistemik (pendekatan yang holistik/komprehensif, bukan pendekatan yang bersifat parsial);
e.       Kawasan teknologi pembelajaran dapat meliputi kegiatan yang berkaitan dengan analisis, desain, pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan, implementasi dan evaluasi baik proses – proses maupun sumber – sumber belajar.
f.       Teknologi pembelajaran tidak hanya bergerak dipersekolahan tapi juga dalam semua aktivitas manusia (seperti perusahaan, keluarga, organisasi masyarakat, dll) sejauh berkatan dengan upaya memecahkan masalah belajar dan peningkatan kinerja.
g.      Yang dimaksud dengan teknologi disini adalah teknologi dalam arti yang luas, bukan hanya teknologi fisik (hardtech), tapi juga teknologi lunak (softtech).
2)      Konsep Komunikasi Pendidikan
Istilah komunikasi berpangkal pada perkataan communicare berarti “berprestasi”, “memberitahukan”, menjadi milik bersama” (John Echols dan Hasan, 1998 : 48). Dengan demikian, secara konseptual arti komunikasi sudah mengandung pengertian – pengertian memberitahukan (menyebarkan) berita, pengetahuan, fikiran – fikiran, nilai – nilai dengan maksud untuk menggugah partisipasi agar hal – hal yang diberitahukan menjadi milik bersama.
Komunikasi dalam konteks edukatif, berlangsung antara guru dengan peserta didik dalam sebuah kegiatan yang disebut dengan proses belajar mengajar. Guru adalah salah satu komponen pendidikan dengan sekumpulan tugas. Dikalangan suku Sunda, kata “guru” itu berarti orang yang layak digugu (= ditaati) dan ditiru ( = dicontoh), (Sagala, 2008 : 14). Menurut Undang – undang No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pengertian guru adalah sebagai berikut.
Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini, jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah (2005 : 2).
Menurut Sadirman, “guru adalah salah satu komponen manusiawi dalam proses belajar mengajar, yang ikut berperan dalam usaha pembentukan sumber daya manusia yang potensial di bidang pembangunan” (1986 : 123). Dari beberapa definisi tersebut dapat dipahami bahwa guru adalaj jabatan atau profesi yang memerlukan keahlian khusus sebagai guru. Guru harus menguasai seluk beluk pendidikan dan pengajaran serta ilmu – ilmu lainnya yang akan disampaikan kepada peserta didik dengan strategi, pendekatan dan metode tertentu. Adapun peserta didik adalah setiap orang yang menerima pengaruh dari seorang atau  sekelompok orang yang menjalankan kegiatan pendidikan (Djamarah, 2000 : 51).
Berdasarkan penjelasan sebagaimana diuraikan di atas, dapat dipahami bahwa yang dimaksud dengan komunikasi edukatif adalah penyampaian pesan dari sumber pesan (guru sebagai komunikator) melalui saluran/media tertentu ke penerima pesan (peserta didik sebagai komunikate) dalam proses belajar mengajar.
Komunikasi edukatif yang efektif antara guru dengan peserta didik adalah komunikasi yang benar, tepat pada sasaran. Efektivitas komunikasi ditentukan oleh beberapa faktor. Anatara lain komunikator, komunikate, dan media yang digunakan untuk berkomunikasi. Dan ada beberapa hal yang dapat menghambat efektivitas komunikasi, seperti hambatan psikologis, hambatan kultural, dan hambatan lingkungan. Hambatan – hambatan ini dalam komunikasi dikenal dengan istilah barriers atau noises.
Secara umum, komunikasi dikatakan efektif apabila ada kesamaan; pesan dari sumber pesan yang disampaikan dengan menggunakan media kepada komunikate, sama dengan pesan yang diterima komunikate dari sumber pesan (komunikator).
Karena guru adalah pusat kehidupan rohani dan sebagai penyebab berkenalannya dengan dunia luar, maka setiap reaksi emosi peserta didik dan pemikirannya dikemudian hari, terpengaruh oleh sikap terhadap gurunya di permulaan hidupnya dahulu. Perasaan peserta didik kepada gurunya sebenarnya sangat kompleks, ia adalah campuran dari bermacam – macam emosi dan dorongan yang selalu melakukan interaksi, pertentangan dan memuncak pada umur – umur tertentu (Zakiyah Daradjat, 1989 : 38). Peserta didik yang merasakan komunikasi harmonis di lingkungan pendidikannnya, ia berkesempatan untuk berfikir logis, dan mengkritik pendapat – pendapat yang tidak masuk akal. Perkembangan peserta didik ke arah berfikir logis juga mempengaruhi pola komunikasi yang dilakukan dalam lingkungan pendidikan.
Secara lebih mendalam tentang komunikasi yang efektif antara guru dengan peserta didik usia peserta didik, dapat dikaji dari indikator menimbulkan pengertian, menimbulkan kesenangan, menimbulkan pengaruh pada sikap, menimbulkan hubungan yang makin baik, dan menimbulkan tindakan.
a.       Menimbulkan Pengertian
“Pengertian artinya penerimaan yang cermat dari stimuli seperti yang dimaksud oleh komunikator.” (Jalaludin R., 2006 : 17). Sebagaimana dijelaskan di atas bahwa komunikasi yang efektif itu adalah timbulnya pengertian pada komunikate tentang pesan yang disampaikan oleh komunikator melalui media yang digunakan. Kita pahami bahwa tujuan komunikasi itu untuk menumbuhkan hubungan sosial yang baik, dimana hubungan sosial merupakan kebutuhan sosial, dan kebutuhan sosial ini hanya akan terpenuhi jika terjadi komunikasi interpersonal yang efektif, yakni yang menimbulkan pengertian.
Kegagalan pendidikan dalam menciptakan komunikasi yang menimbulkan pengertian tergolong kegagalan primer. Agar tidak terjadi kegagalan dalam komunikasi interpersonal dan supaya tetap survival dalam bermasyarakat, maka setiap individu harus terampil memahami faktor – faktor yang mempengaruhi efektivitas komunikasi interpersonal, seperti persepsi dan hubungan interpersonal.
Sebaliknya, komunikasi yang tidak menimbulkan pengertian pada komunikan (komunikator dan komunikate), mata tergolong komunikasi yang tidak efektif. Dalam hubungan pendidikan adakalanya pesan yang disampaikan oleh guru atau pesan yang disampaikan oleh pendidik tidak menimbulkan pengertian pada pihak lain. Misalnya guru menyampaikan kepada peserta didik agar bersikap baik, tidak berbohong, tetapi peserta didik tetap berperilaku tidak baik. Adakalanya juga peserta didik, dengan perilaku – perilakunya menyampaikan pesan kepada guru, tetapi guru tidak respon terhadap perilaku peserta didik tersebut. Dalam keadaan seperti ini maka terjadi komunikasi yang tidak menimbulkan pengertian.
Ditinjau dari sumber ajaran Islam, komunikasi yang menimbulkan pengertian itu adalah komunikasi yang menimbulkan kepatuhan atas hal yang menjadi pesan. Hal ini tersirat dalam Al – Qur’an surat An – Nisa ayat 9 sebagai berikut :
Artinya : dan hendaklah takut kepada Alloh orang – orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka peserta didik – peserta didik yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Alloh dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar (Tim Penerjemah Al – Qur’an Depag RI, 1989 : 116).
Lafadz “qaulan sadidaa” mengandung maksud ucapan yang benar, mengandung makna, dapat dimengerti, jelas sasaran, memiliki sumber atau landasan yang kuat, serta dapat dipertanggungjawabkan karena mengandung kebenaran, ketegasan dan disampaikan dengan cara – cara yang benar.
b.      Menimbulkan Kesenangan
Ciri lain dari komunikasi edukatif yang efektif adalah menimbulkan kesenangan pada kedua belah pihak karena adanya kesamaan pengertian dan ketercapaian tujuan. Dalam kenyataannya, tidak semua komunikasi ditujukan untuk menyampaikan informasi dan mempola pengertian. Ada perkataan – perkataan dan perbuatan dalam komunikasi yang hanya bertujuan menyenangkan orang lain, seperti ucapan selamat pagi, dan komunikasi lain yang bersifat fatis, yang dimaksudkan untuk menimbulkan kesenangan. “Komunikasi inilah yang menyebabkan di antara manusia menjadi akrab dan menyenangkan.” (Jalaudin Rakhmat, 2006 : 15).
Unsur perasaan senang dalam berkomunikasi perlu diwujudkan agar dalam melaksanakan peserta didik tidak merasa terpaksa. Dengan terlebih dahulu menjelaskan hal yang akan diterima/disampaikan atau dipesankan itu adalah untuk kepentingan peserta didik dan kepentingan pendidikan, maka peserta didik yang telah memahami dan mengerti keadaan tersebut umumnya akan melakukan isi pesan dengan senang hati tanpa ada unsur keterpaksaan, mengerjakan perbuatan dengan penuh kegembiraan. Pada sisi lain, informasi yang diberikan oleh guru juga disarankan berisi informasi yang menggembirakan.
Hal ini secara eksplisit tercermin dalam ayat Al – Qur’an surat Al – Baqoroh ayat 25 sebagai berikut.
Artinya : Dan sampaikanlah berita gembira kepada mereka yang beriman dan berbuat baik, bahwa bagi mereka disediakan surga – surga yang mengalir sungai – sungai di dalamnya. Setiap mereka diberi rezki buah – buahan dalam surga – surga itu, mereka mengatakan : “Inilah yang pernah diberikan kepada kami dahulu.” Mereka diberi buah – buahan yang serupa dan untuk mereka di dalamnya ada isteri – isteri yang suci dan mereka kekal di dalamnya. (Tim Penerjemah Al – Qur’an Depag RI, 1989).
Menjelaskan manfaat – manfaat berbagai hal yang akan di komunikasikan, tujuan, dan menjelaskan tata – caranya secara benar akan mempermudah pelaku komunikasi menerima isi pesan dengan senang hati. Hal ini dapat terjadi karena ada keterlibatan diri dari setiap individu secara langsung, baik dalam proses perencanaan, pelaksanaan, maupun dalam proses penyelesaian suatu masalah.
c.       Menimbulkan Pengaruh pada Sikap
Karakteristik komunikasi edukatif yang efektif dalam lingkungan pendidikan salah satunya adalah menimbulkan pengaruh yang positif pada komunikan. Ditinjau dari sumber ajaran Islam, tentang komunikasi yang berpengaruh pada sikap ini erat kaitannya dengan Al – Qur’an surat an-nur ayat 51 sebagai berikut :
Artinya : “Sesungguhnya jawaban orang - orang mu’min, bila mereka dipanggil kepada Alloh dan rasul – Nya agar rasul menghukum (mengadili) di antara mereka ialah ucapan.” “Kami mendengar dan kami patuh.” Dan mereka itulah orang – orang yang beruntung (Depag RI., 1989 : 553).
Perkataan “kami mendengar dan kami patuh” dari orang – orang yang mukmin itu karena di dalam dirinya telah memiliki pengertian bahwa Alloh dan Rasul – Nya adalah benar sehingga apa yang disampaikan ditaati dan dipatuhi, ini adalah wujud komunikasi yang mempengaruhi sikap diawali dari adanya keyakinan bahwa apa – apa yang disampaikan adalah benar dan disampaikan oleh orang yang benar. Jadi dalam konteks ini, guru harus menyampaikan informasi yang benar, tidak meragukan sehingga peserta didik tidak ragu mengikutinya.
d.      Menimbulkan Hubungan Sosial yang Baik
Komunikasi edukatif yang efektif ditandai dengan adanya hubungan yang baik di antara komunikator dengan komunikan, sehingga dapat menimbulkan interaksi yang positif.
Kebutuhan sosial adalah kebutuhan untuk menumbuhkan hubungan yang memuaskan dengan orang lain dalam interaksi dan asosiasi (inclusion), pengendalian dan kekuasaan (control), dan cinta kasih sayang (effection). Secara singkat, kita ingin bergabung dengan orang lain, kita ingin mengendalikan dan dikendalikan, ingin dicintai dan ingin mencintai (Jalaludin Rakhmat, 1989 : 16).
Hubungan sosial yang baik sebagai hasil komunikasi yang efektif antara lain terwujud dalam tata pergaulan bermasyarakat yang saling menolong antara satu sama lain, menghargai pendapat, serta toleransi terhadap perbedaan.
e.       Menimbulkan Tindakan Positif
Persuasi sebagai salah satu tujuan komunikasi edukatif tidak lain dari upaya mempengaruhi orang lain untuk bertindak sesuai dengan yang dikehendaki. Mempengaruhi orang lain untuk bertindak memang sangat sulit, tetapi efektivitas komunikasi biasanya diukur dari tindakan nyata yang dilakukan komunikate. Indikator ini dikategorikan paling sulit, tetapi paling penting.
Untuk menimbulkan tindakan, komunikator harus berhasil menanamkan pengertian, mempola dan mengubah sikap, serta menimbulkan hubungan yang baik, barulah akan terlaksana tindakan - tindakan sesuai yang di harapkan. Jadi tindakan adalah  hasil kumulatif seluruh proses komunikasi. Tindakan sebagai hasil komunikasi, bisa saja mengarah kepada tindakan positif maupun negative. Dalam hal komunikasi edukatif, tindakan yang di hasilkan senantiasa mengarah kepada tindakan positif.
Bila di tinjau dari konsep tanbilah yang di kembangkan di Pondok Pesantren Suryalaya, sebagai amanat pendiri pondok pesantren tersebut, komunikasi edukatif yang efektif itu akan terpola dengan melaksanakan isi tanbiah pada nomor satu sampai dengan nomor empat, yaitu ;
1)      Terhadap orang yang lebih tinggi dari pada kita, baik dohir maupun batin, harus kita hormati, begitulah seharusnya hidup rukun, saling harga menghargai.
2)      Terhadap sesama yang sederajat dengan kita dalam segala-galanya, jangan sampai terjadi persengketaan, sebaliknya harus bersikap rendah hati, bergotong royong dalam melaksanakaan perintah Agama maupun Negara, jangan sampai terjadi perselisihan dan persengketaan, kalau-kalau kita terkena firman-nya “adzabun alim”, yang berarti duka nestapa selama - lamanya dari dunia sampai akhirat (badan payah hati susah).
3)      Terhadap orang - orang yang keadaannya di bawah kita, janganlah hendak menghinakannya atau berbuat tidak senonoh, bersikap angkuh, sebaliknya harus belas kasiahandengan kesadaran, agar mereka merasa senang dan gembira hatinya, jangan sampai merasa takut dan liar, bagaikan tersayat hatinya, sebaliknya harus dituntun dibimbing dengan nasihat yang lemah lembut yang akan memberikan keinsyafan dalam menempuh jalan kebajikan. 
4)      Terhadap fakir miskin, kita harus kasih sayang, ramah tamah serta bermanis budi, tak bersikap murah tangan, mencerminkan bahwa kita sadar. Coba rasakan diri kita pribadi, betapa pedihnya jika dalam keadaan kekurangan, oleh karena itu jangan acuh tak acuh, hanya sendirilah yang senang, karena jadi fakir miskin itu bukan kehendaknya sendiri, namun itulah kudra Tuhan (Harun Nasution, dkk, 1991 : 355 - 356).
Konsep ini dapat diterapkan baik dalam komunikasi edukatif disekolah, dalam rumah tangga maupun dalam komunikasi sosial bbermasyarakat. Efektivitas dari komunikasi semacam ini dapat dirasakan sehingga akan memola tindakan- tindakan positif, memola kesadaran diri, dan memola hubungan yang baik dengan sesama manusia.
3)      Konsep Teknologi Informasi dan Komunikasi Pendidikan
Dengan memperhatikan konsep teknologi informasi dankonsep teknologi pendidikan, maka dapat di pahami bahwa teknologi informasi dan komunikasi pendidikan adalah studi dan praktek etis dalam upaya memfasilitas pembelajaran dan meningkatkan kinerja dengan cara menciptakan, menggunakan/memanfaatkan, mengelola proses dan sumber – sumber teknologi yang tepat. Juga mengandung makna menyampaikan pesan dari sumber pesan (guru sebagai komunikator) melalui saluran/media tertentu ke penerima pesan (peserta didik sebagai komunikate) dalam proses pembelajaran. Tujuan utamanya untuk memfasilitas pembelajaran agar efekti,efisien,menarik, joyfull dan meningkatkan kinerja.
Teknologi informasi dan komunikasi pendidikan menjadi salah satu bagian penting ysng perlu di kuasai oleh setiap guru untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Tidak hanya penguasaan pada tataran teoretis tetap juga pada tataran praktis. Guru dituntut mampu meniptakan mengembangkan dan menggunakan, berbagai hasil teknologi dalam pembelajaran baik berupa teknologi informasi dan komunikasi konvenasional maupun yang modern seperti internet.
4)      Fungsi Teknologi Informasi dan Komunikasi Pendidikan
Teknologi inpormasi dan komunikasi pendidikan berfungsi untuk pengumpulan data, meliputi :
a.       Mengumpulkan rekor aktivitas yang bisa digunakan. Contoh : kehadiran karyawan dan siswa.
b.      Pemrosesan : proses menukar, menganalisis, penghitungan dan pengsintesisan semua bentuk data. Contoh : Proses Gaji, proses nilai dan sebagainya.
c.       Penanmpilan, yaitu menyusun informasi sebagai teks, suara atau gambar. Contoh : Laporan prestasi siswa pada ujian – ujian semester.
d.      Setoran/Pangkalan Data, yaitu proses komputer dalam menyimpan data dan informasi untuk digunakan masa yang akan datang. Contoh : informasi pelajaran.
e.       Capaian, maksudnya proses komputer untuk mencari dan menyalin data yang tersimpan untuk pemrosesan selanjutnya. Contoh : Bank soal.
f.       Pemancaran/penghantaran. Pemancaran/penghantaran data dan informasi dari pada satu lokasi ke lokasi lain. Contoh : faks, e – mail.
Manfaat yang dapat diambil dari penggunaan teknologi informasi, di antaranya adalah sebagai berikut :
a.       Cepat. Satu nilai yang relative. Komputer bisa melakukan dalam sekedip mata dan lebih cepat dari pada manusia.
b.      Konsisten. Komputer cakap melakukan pekerjaan yang berulang secara konsisten.
c.       Jitu. Komputer berupaya mengesan perbedaan yang sangat kecil.
d.      Kepercayaan. Dengan kecepatan, konsistenan dan kejituan, maka kita dapat memperkirakan bahwa keputusan yang dihasilkannya dapat dipercaya dan hasil yang sama bisa diperoleh berulang kali.
e.       Meningkatkan produktivitas.
f.       Mencetuskan kreativitas.
Selain fungsi dan manfaat sebagaimana disebutkan di atas, TIK dalam pendidikan berperan antara lain :
a.      TIK sebagai Keterampilan (skill) dan Kompetensi
1)      Setiap pemangku kepentingan harus memiliki kompetensi dan keahlian menggunakan teknologi informasi dan komunikasi untuk pendidikan.
2)      Informasi merupakan “bahan mentah” dari pengetahuan yang harus diolah melalui proses pembelajaran.
3)      Membagi pengetahuan antar satu siswa dengan yang lainnya bersifat mutlak dan tidak berkesudahan.
4)      Belajar mengenai bagaimana cara belajar yang efektif dan efesien bagi pengajar, siswa dan stakeholder.
5)      Belajar adalah proses seumur hidup yang berlaku bagi setiap individu atau manusia.
b.      TIK sebagai Infrastruktur Pembelajaran
1)      Selain ini, bahan ajar banyak disimpan dalam format digital dengan model yang beragam seperti multimedia.
2)      Para siswa – siswa dan instruktur secara aktif bergerak dari satu tempat ke tempat lainnya.
3)      Proses pembelajaran seharusnya dapat dilakukan dimana dan kapan saja.
4)      Perbedaan letak geografis seharusnya tidak menjadi batasan pembelajaran.
5)      “The network is the school” akan menjadi fenomena baru di dalam dunia pendidikan.
c.       TIK sebagai Sumber Bahan Belajar
1)      Ilmu pengetahuan berkembang sedemikian cepatnya.
2)      Pengajar – pengajar yang hebat tersebar di berbagai belahan dunia.
3)      Buku - buku, bahan ajar, dan referensi diperbaharui secara kontinu.
4)      Inpormasi memelukan kerja sama pemikiran.
5)      Tanpa teknologi, proses pembelajaran yang’’ up – to – date’’ membutuhkan waktu yang lama.
d.      TIK sebagai Alat Bantu dan Fasilitas Pembelajaran
1)      Penyampaian pengetahuan seharusnya mempertimbangkan konteks dunia nyatanya.
2)      Memberikan ilustrasi berbagai fenomena ilmu pengetahuan untuk mempercepat penyerapan bahan ajar.
3)      Pelajar diharapkan melakukan eksplorasi terhadap pengetahuannya secara lebih bebas dan mandiri.
4)      Akuisisi pengetahuan berasal dari interaksi antar siswa dan pengajar.
5)      Rasio antara pengajar dan siswa proses pemberian fasilitas.
e.       TIK sebagai Pendukung Manajemen Pembelajaran
1)      Setiap individu memerlukan dukungan pembelajaran tanpa henti setiap harinya.
2)      Transaksi dan interaksi interaktif antar – stakeholder memerlukan pengelolaan back – office yang kuat.
3)      Kualitas layanan pada pengelolaan administrasi pendidikan seharusnya ditingkatkan secara bertahap.
4)      Orang merupakan sumber daya yang sangat bernilai sekaligus terbatas dalam institusi.
5)      Munculnya keberadaan sistem pendidikan inter – organisasi.
f.       TIK sebagai Sistem Pendukung Keputusan
1)      Setiap individu memiliki karakteristik dan bakat masing – masing dalam pembelajaran.
2)      Pengajar seharusnya meningkatkan kompetensi dan keterampilan pada berbagai bidang ilmu.
3)      Sumber daya terbatas, pengelolaan yang efektif seharusnya dilakukan.

4)      Institusi seharusnya tumbuh dari waktu ke waktu dalam hal jangkauan dan kualitas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar