Sabtu, 25 April 2015

MATEMATIKA




UJIAN TENGAH SEMESTER
MATEMATIKA
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Matematika







Oleh :
Dede Nia         1351.031
Desri Susanti     1351.036
IV A

INSTITUT AGAMA ISLAM LATIFAH MUBAROKIYAH
PONDOK PESANTREN SURYALAYA
FAKULTAS TARBIYAH PGMI/SD
2015




BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang Masalah
Matematika adalah pelajaran yang tidak terlepas dari kehidupan sehari-hari. Kegiatan yang dilakukan oleh manusia selalu menghadirkan konsep matematika seperti menghitung, membagi, menjumlahkan, dan mengurangi. Belajar matematika juga mampu melatih seseorang untuk berpikir logis dan teliti. Peran matematika yang besar bagi kehidupan manusia menjadikan matematika sebagai pelajaran yang jadikan syarat bagi kelulusan siswa untuk melanjutkan ke sekolah yang lebih tinggi.
Matematika sudah diajarkan mulai dari pendidikan dasar atau Sekolah Dasar (SD) sampai dengan perguruan tinggi. Meskipun matematika sudah diajarkan sejak SD, masih banyak siswa pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi kurang menguasai konsep matematika. Bahkan terkadang pelajaran matematika telah menjadi penyebab kegagalan siswa untuk lulus ujian sekolah sehingga pelajaran matematika dianggap sangat menakutkan bagi siswa. kondisi ini telah memicu banyaknya bermunculan les privat atau bimbingan belajar matematika.
Masyarakat biasanya menganggap siswa yang tidak pandai dalam pelajaran matematika adalah siswa yang bodoh. Angapan tersebut adalah anggapan yang salah karena secara psikologi, kemampuan seseorang bisa dilatih. Siswa yang kurang pandai dalam pelajaran matematika adalah siswa yang mengalami kesulitan dalam belajar. kesulitan belajar tidak hanya disebabkan oleh gangguan sistem saraf (dyscalculia), namun juga disebabkan oleh kurangnya kualitas materi, metode pembelajaran yang mekanistik, dan model pembelajaran yang monoton atau sulitnya konsep matematika untuk dipahami.
Mengingat pentingnya pelajaran matematika, kesulitan belajar matematik tersebut harus segera diatasi supaya anak bisa menyerap informasi matematika dengan mudah. Sayangnya, banyak guru dan orang tua yang belum mengetahui informasi tentang kesulitan belajar siswa sehingga cap “anak bodoh” masih sering terdengar. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengkajian tentang kesulitan belajar matematika siswa SD. Kajian ini bertujuan memberikan informasi kepada masyarakat khususnya guru dan orang tua tentang kesulitan belajar matematika dan cara menanganinya.



1.2    Rumusan Masalah
1.    Apa saja faktor-faktor penyebab kesulitan belajar dan memahami matematika pada peserta didik?
2.    Bagaimana cara mengatasi kesulitan belajar dan memahami matematika pada peserta didik?
1.3    Tujuan dan Manfaat
1.  Untuk mengetahui penyebab kesulitan-kesulitan yang dihadapi peserta didik dalam memahami dan belajar matematika.
2.    Untuk mengetahui tindakan-tindakan yang harus dilakukan untuk mengatasi kesulitan peserta didik dalam memahami dan belajar matematika.
3.    Untuk mengetahui dan memotivasi diri sendiri bahwa matematika itu tidaklah sesulit apa yang dibayangkan banyak orang.
1.4    Metode Penulisan
Metode penulisan yang saya gunakan dalam pembuatan makalah ini adalah melalui pengambilan materi dari berbagai sumber buku dan referensi internet. Karena didalam pembuatan makalah ini tidak lengkap rasanya apabila hanya dari buku saja, maka saya mencari sebagian materi dari internet, sebagai bahan pemikiran dalam pembuatan makalah ini. Jadi saya tidak menggunakan metode interaksi langsung kepada orang – orang yang mengetahui tentang konsep matematika yang dianggap sulit oleh kabanyakan orang ataupun kepada peserta didik yang terkena pengaruh dari guru atau orangtuanya yang menggamgap matematika itu sebagai mata pelajaran yang sulit untuk dipelajari.



BAB II
LANDASAN TEORI

2.1    Pengertian Matematika
Dalam pendidikan matematika saat ini adalah bahwa matematika dipandang sebagai produk (pengetahuan) dan proses (kegiatan), antara lain melakukan percobaan (experiment), membuat dugaan (conjecture), membuktikan (proofing), menetralisasikan (generalisize), mengambil keputusan (justification), dan mengkomunikasikan (comunication). Matematika dapat dikatakan sebuah ilmu, karena memenuhi kriteria dalam filsafat ilmu, yakni ontologis, epistimologis, dan aksiologis.
Ontologis matematika adalah isi dari matematika itu sendiri, yakni bilangan (numbers), geometri, aljabar, pengukuran (meausurement), dan data analisis dan peluang (data analisys and proboblity). Epistimologisnya adalah dengan melalui penalaran (reasoning), pemahaman (understanding), penghitungan (compute), dan pembuktian (proofing), sementara aksiologinya adalah bahwa matematika dapat dipergunakan sebagai alat, bahasa, dan sebagai sarana berfikir dan induktif. Aksiologis matematika banyak terjadi pada matematika terapan (aplied scienceis), dan dalam matematika murni ( pure mathematics), matematika mempunyai fungsi sebagai sarana berfikir deduktif dan induktif.
Walaupun sampai saat ini belum ada kesepakatan yang bulat diantara para matematikawan mengenai apa yang disebut matematika. Sasaran penelaahan matematika tidaklah konkret, tetapi abstrak. Dengan mengetahui sasaran penelaahan matematika, kita dapat mengetahui hakekat matematika yang sekaligus dapat kita ketahui juga cara berfikir matemateka.
2.2    Berfikir Matematika
Berpikir matematika merupakan kegiatan mental, yang dalam prosesnya selalu menggunakan abstraksi dan atau generalisasi. Abstraksi merupakan proses untuk menyimpulkan hal-hal yang sama dari sejumlah objek atau situasi yang berbeda. Pada hakekatnya landasan berpikir matematika merupakan kesepakatan-kesepakatan yang disebut aksioma, dengan aksioma-aksioma inilah matematika berkembang menjadi banyak cabang matematika. Karena lndasan matematika adalah aksioma-aksioma, maka matematika merupakan sistem aksiomatik. Dalam sistem yang aksiomatik, kumpulan aksioma-aksioma taat akan asa (konsistensi) dan hubungan dalam aksioma adalah saling bebas.
Aksioma sebagai landasan matematika itu dapat diperoleh dari dunia nyata/alam sekitar sebagai sumber inspirasi, yang kemudian diabstraksikan dan digeneralisasikan dengan menggunakan simbol-simbol. Dengan menggunakan bahasa matematika yang penalarannya deduktif, diperoleh teorema, yang kemudian dikembangkan menjadi teorema-teorema yang akhirnya dapat diaplikasikan ke dalam ilmu-ilmu lain yang bermanfaat untuk kehidupan sehari-hari.
2.3    Tiga Aliran dalam Matematika
Menjelang berakhirnya abad ke-20, terdapat tiga aliran besar dalam matematika, yaitu logikisma (logicism), intuisonisme (intusionism), dan formalisme (formalism). Berikut ini di jelaskan satu persatu:
a.    Logikisma (logicism)
Aliran ini dipelopori oleh Bertrand Russel (1872-1971) dari inggris yang menyatakan bahwa matematika itu cabang dari logika. Inti aliran ini adalah (1) konsep matematika dapat diturunkan dari konsep-konsep logika dengan melalui perumusan yang jelas dan tepat, (2) teorema-teorema matematika dapat diturunkan dari aksioma-aksioma logika dengan menggunakan penalaran deduktif semata.
b.    Intuisonisme (intusionism)
Aliran ini dipelopori oleh L.E.J Brouwer (1881-1960) dari Belanda yang menyatakan bahwa matematika didasarkan atas ilham dasar tentang kemungkinan untuk menyusun barisan yang tidak terhingga. Dalam kehidupan sehari-hari kita dapat membayangkan untuk menambahkan pada sesuatu berapapun jumlahnya, demikian seterusnya tanpa henti.oleh karena itu sistem logikanya tidak bercorak baku dan tidak mendasarkan pada benar atau salahnya suatu pernyataan.
c.    Formalisme (formalism)
Aliran ini dipelopori oleh David Hilbert (1862-1943) dari Jerman yang menyatakan bahwa simbol-simbol dan langkah-langkah pengoperasian terhadap operasi dalam matematika merupakan inti matematika. Matematika merupakan ilmu tentang struktur formal dari simbol-simbol. Logika yang dipergunakan adalah formal. Penyimpulan yang dipergunakan adalah deduktif, tanpa menghiraukan arti dari kata-kata yang ada, melainkan bentuk argumentasi.




2.4    Karakteristik Matematika
Karakteristik Matematika yaitu objeknya abstrak, konsep dan prinsipnya berjenjang, dan prosedur pengerjaannya banyak memanipulasi bentuk-bentuk. Siswa memerlukan waktu dan peragaan dalam menangkap konsep yang abstrak itu. Siswa akan mengalami kesulitan dalam mempelajari konsep berikutnya, jika konsep yang sebelumnya tidak terbentuk dengan benar.


BAB III
PEMBAHASAN

3.1    Faktor penyebab kesulitan belajar dan memahami matematika pada peserta didik
Mata pelajaran matematika dianggap oleh sebagian besar siswa sebagai mata pelajaran yang mempunyai tingkat kesulitan yang tinggi karena matematika itu adalah ilmu yang abstrak, susah dipahami karena tidak real. Matematika dianggap pelajaran yang tidak menyenangkan kerena faktor guru yang tidak menyenangkan sering kali juga dijadikan alasan siswa untuk tidak menyukai matematika. Matematika  merupakan momok yang menakutkan karena selama ini matematika dianggap sebagai pelajaran yang sulit oleh sebagian besar siswa. Penilaian tersebut tidak lepas dari persepsi yang berkembang dalam masyarakat tentang matematika
Fenomena kesulitan belajar seorang siswa biasanya tampak jelas dari menurunnya kinerja akademik atau prestasi belajar. Namun kesulitan belajar juga dapat dibuktikan dengan munculnya kelainan perilaku (misbehavior) siswa seperti kesukaan berteriak-teriak didalam kelas, mengusik teman, berkelahi, dan sering bolos dari jam pelajaran matematika. Adapun faktor-faktor penyebab kesulitan belajar anak antara lain:
1.    Faktor Internal Siswa
Menurut Muhibbin Syah (2009), faktor internal adalah hal-hal atau keadaan-keadaan yang muncul dari dalam diri siswa sendiri. Menurut Resty Rahajeng (tanpa tahun) faktor internal siswa yang menyebabkan kesulitan belajar matematika dapat berupa fisiologis, kecerdasan, motivasi, dan minat.
a.    Fisiologis
Faktor fisiologis berkaitan dengan kurang berfungsinya otak, susunan syaraf atau pun bagian-bagian tubuh yang lain. Guru harus menyadari bahwa hal yang paling berperan pada waktu belajar adalah kesiapan otak dan sistem syaraf dalam menerima, memproses, menyimpan dan memunculkan kembali informasi yang sudah disimpan. Kondisi fisik yang berkaitan dengan kesehatan anak juga sangat mempengaruhi proses belajar anak, pada saat anak sakit tentunya akan mengalami kelemahan secara fisik sehingga proses menerima atau memahami pelajaran menjadi tidak sempurna. Selain sakit faktor fisiologis lainnya yang dapat menyebabkan munculnya masalah kesulitan belajar adalah cacat tubuh, seperti kurang pendengaran, kurang penglihatan, gangguan gerak, serta cacat tubuh yang tetap seperti buta, tuli, bisu dan lain sebagainya.
b.    Kecerdasan (IQ)
Keberhasilan individu mempelajari berbagai pengetahuan ditentukan pula oleh tingkat kecerdasannya. Bila seseorang telah mempelajari suatu ilmu pengetahuan, tetapi kecerdasan individu yang bersangkutan kurang mendukung, maka pengetahuan yang telah dipelajarinya tetap tidak akan dimengerti.
c.     Motivasi
Motivasi juga sangat menentukan keberhasilan belajar. Motivasi merupakan dorongan untuk mengerjakan sesuatu. Dorongan tersebut ada yang datang dari dalam individu yang bersangkutan dan ada pula yang datang dari luar individu, seperti peran orang tua, teman dan guru.
d.    Minat
Minat belajar dari dalam individu sendiri merupakan faktor yang sangat dominan dalam pengaruhnya pada kegiatan belajar, karena jika dalam diri individu tidak mempunyai kemauan atau minat untuk belajar maka pelajaran yang diterimanya hasilnya akan sia-sia.
2.    Faktor eksternal Siswa
Faktor eksternal adalah hal-hal atau keadaan-keadaan yang datang dari luar diri siswa. Menurut Resty Rahajeng (tanpa tahun) faktor eksternal dapat berupa lingkungan keluarga, masyarakat, guru, dan media pembelajaran.
a.    Lingkungan Keluarga
Status ekonomi, status sosial, kebiasaan dan suasana lingkungan keluarga berpengaruh terhadap keberhasilan belajar.
b.    Lingkungan Masyarakat
Peran masyarakat sangat mempengaruhi anak dalam belajar. Setiap pola masyarakat yang mungkin menyimpang dengan cara belajar di sekolah akan cepat sekali menyerap dalam diri anak, karena ilmu yang didapat dari pengalamannya bergaul dengan masyarakat akan lebih mudah diserap oleh anak dari pada pengalaman belajarnya di sekolah. Jadi peran masyarakat akan dapat merubah tingkah laku anak dalam proses belajar
c.    Guru
Peran guru juga sangat berpengaruh dalam proses belajar anak. Cara guru mengajar sangat menentukan keberhasilan belajar. Sikap dan kepribadian guru, dasar pengetahuan dalam pendidikan, penguasaan teknik-teknik mengajar dan kemampuan menyelami alam pikiran setiap siswa merupakan hal yang sangat penting. Oleh karena itu guru sebagai motivator, fasilitator, inovator dan konduktor masalah-masalah individu siswa perlu menjadi acuan selama proses pembelajaran berlangsung.
d.      Media Pembelajaran
Media pembelajaran seperti buku-buku pelajaran, alat peraga, alat-alat tulis juga mempengaruhi keberhasilan anak dalam belajar. Siswa akan cenderung berhasil apabila dibantu oleh media pembelajaran yang memadai. Media pembelajaran tersebut akan menunjang proses pemahaman anak. Pada dasarnya semua anak memiliki kemampuan, meskipun kemampuan setiap anak berbeda satu dengan yang lainnya. Pada saat anak mengalami kesulitan belajar dan mendapatkan nilai yang rendah sebaiknya orang tua atau guru tidak mengatakan bahwa anak tersebut bodoh atau gagal, akan tetapi mencari tahu apa penyebab dari masalah anak tersebut dan memberikan bantuan untuk mengatasi kesulitannya.
1.2    Upaya mengatasi kesulitan belajar dan memahami matematika pada peserta didik
Untuk mencegah atau mengatasi kesulitan belajar matematika pada anak di perlukan peran orang tua dan guru agar memberikan perhatian yang cukup kepada anak, sehingga kekurangan atau kelemahan-kelemahan mereka dapat di ketahui dan di atasi. Menurut Muhibbin Syah (2000) ada dua langkah yang dapat dilakukan oleh guru untuk mengatasi kesulitan belajar matematika pada siswa. Kedua langkah pemecahan permasalahan kesulitan belajar matematika tersebut dapat di lakukan dengan dua pendekatan antara lain:
1.    Pendekatan yang pertama, yaitu penanganan matematika yang intensif, dapat dilakukan dengan teknik individualisasi yang dibantu tim. Pendekatan ini menggunakan pengajaran secara privat dengan teman sebaya (peer tutoring). Pendekatan ini mendasari tekniknya pada pemahaman bahwa kecepatan belajar seorang anak berbeda-beda, sehingga ada anak yang cepat menangkap, dan ada juga yang lama.
2.    Pendekatan yang kedua, yaitu jalan pintas, dengan memberikan kalkulator untuk menghitung. Pendekatan ini dilakukan untuk anak yang mengalami gangguan matematika yang disebabkan oleh gangguan fisiologis yaitu dyscalculia. Hal ini sederhana karena anak dengan problem dyscalculia tidak memiliki masalah dengan kaitan antara angka, akan tetapi lebih kepada menghitung angka-angka tersebut.


BAB IV
SIMPULAN

4.1    Kesimpulan
Matematika sampai saat ini masih dianggap sebagai mata pelajaran yang sulit untuk dipahami bahkan ditakuti oleh sebagian peserta didik mulai dari tingkat SD sampai SLTA. Itu disebabkan karena para peserta didik sebelum mempelajari pelajaran matematika itu sendiri sudah menganggap pelajaran tersebut sulit, padahal kalau peserta didik tidak menanamkan kata sulit itu sendiri mungkin pembelajaran matematika tidak akan sulit untuk dipahami.
Kesulitan peserta didik dalam memahami mata pelajaran matematika dapat disebabkan oleh berbagai faktor yang membuat peserta didik tidak bisa menyerap semua yang disampaikan oleh gurunya, masalahnya bisa disebabkan oleh karakteristik matematika, masalah peserta didik yang berfikir bahwa matematika itu sulit dan membosankan, masalah guru dan metode belajar mengajar yang di terapkan oleh guru belum bisa membuat peserta didik memahami dan mengerti mata pelajaran matematika.
4.2 Saran
Dalam mengatasi masalah peserta didik yang menganggap bahwa mata pelajaran matematika sangat menakutkan, membosankan dan sulit untuk dipahami yaitu dengan mengubah pola fikir peserta didik bahwa matematika itu menyenangkan dan tidak menakutkan untuk di pelajari.
Untuk mengatasinya diperlukan beberapa upaya diantaranya, yaitu:
1.    Orang tua sebaiknya lebih memperhatikan kesulitan belajar anak dan membimbingnya dengan cara yang benar.
2.     Guru sebaiknya lebih teliti dalam mendiognosis penyebab kesulitan belajar matematika siswa supaya dapat ditangani dengan tepat.
3.    Kesulitan belajar matematika siswa membutuhkan kerjasama yang baik antara guru dan orangtua siswa supaya penanganan kesulitan belajar matematika dapat berhasil.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar